Nasional, CIAMIS, Sakata.id:- Pupuk langka, begitu narasi yang muncul di saat masa tanam ketika sejumlah petani sulit mendapatkan pupuk bersubsidi, di Kabupaten Ciamis Jawa Barat.
Namun data serapan Pupuk Indonesia dan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Ciamis, menunjukan masih banyak sisa pupuk bersubsidi di tahun 2024.
Manager III Jawa Barat Pupuk Indonesia Reysa Nugraha, mengatakan, pada tahun 2024, di Kabupaten Ciamis, pupuk urea dan NPK subsidi hanya terserap 61,67 % dari alokasi 37.682 ton.
“Pupuk tidak pernah langka, ada. Tahun 2024 banyak yang tidak terserap. Salah satu faktornya, pergseran masa tanam, sehingga masih banyak pupuk subsidi yang tidak tertebus,” kata Reysa, pada kegiatan Monitaring dan Evaluasi Penyaluran Pupuk Subsidi Kabupaten Ciamis Jawa Barat bersama Anggota Komisi IV DPR Ir. H. Herry Dermawan, di Hotel The Priangan Ciamis, Sabtu (18 /1).
Reysa juga menjamin, bisa memenuhi kebutuhan pupuk untuk petani di Ciamis pada tahun 2025. Dua gudang telah siap yakni di Kecamatan Cimaragas dan Kecamatan Cijeungjing.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Ciamis Slamet Budi Wibowo membenarkan masih banyak pupuk subsidi yang tidak terserap pada tahun 2024.
Salah satu sebabnya keadaan yang tidak normal dari anomali cuaca elnino, dan pergseran masa tanam.
Pada situasi petani sulit mendapatkan pupuk karena kelambatan salur, menurut Anggota Komisi IV DPR Ir. H. Herry Dermawan seringkali distributor pupuk dan pengecer dikambinghitamkan. Padahal faktornya bisa saja bermacam-macam.
Karena itu, Ir. H. Herry Dermawan, mencoba mencari akar masalah dan solusi bersama dengan menggelar Monitaring dan Evaluasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Mulai dari Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani), Penceger, Distributor Pupuk, PPL, dan Dinas, duduk bersama mencurahkan masalah-masalah yang dihadapi di lapangan.
“Tadi kita dengar, dari Pupuk Indonesia malah banyak yang tidak terserap. Kita juga dengar dari pengecer ada sistem yang katanya perlu disederhanakan soal hak tebus pupuk oleh waris. Dan banyak, lagi ini akan kita formulasi menjadi solusi, “ kata Herry.
Matarantai Usulan Terlalu Panjang
Herry sendiri berpendapat, kelambatan penyaluran pupuk, salah satu faktornya karena panjangnya matarantai usulan kebutuhan dari tingkat bawah sampai pusat.
“Matarantainya sangat panjang. Mulai dari penyusunan RDKK (Rencana Distribusi Kebutuhan Kelompok) oleh PPL, ke Dinas lalu ke Bupati. Di meja bupati mengendap dulu menunggu seluruhnya selesai, lalu ke meja Gubernur mengendap lagi beberapa lama di situ, lalu ke Kementan, lalu ke Kemendag, lalu Kemenkeu, baru ke PT. Pupuk. Mata rantai usulan ini harus dipangkas, karena sangat memakan waktu, dan menyebabkan lambatnya saluran pupuk ke petani,” kata Herry.
Komisi IV DPR telah mengusulkan kepada pemerintah untuk meregulasikan matarantai penyaluran pupuk yang lebih sederhana. Sehingga nanti, tidak harus parkir lama di meja bupati dan meja gubernur.
“Dari dinas kabupaten bisa langsung ke kementrian pertanian,” kata Herry.**