KESEHATAN, SAKATA.ID : Di tengah Pandemi Virus Corona, kini ada isu baru yang beredar di masyarakat terkait rapid test yang dijadikan ladang bisnis. Benarkah kabar miring tersebut?
Rapid test atau tes cepat ink merupakan metode skrining untuk mendeteksi antibodi seseorng pernah terpapar oleh Virus corona atau belum. Rapid test hanya sekedar pemeriksaan penyaring. Bukan untuk mendiagnosa infeksi Virus Corona atau Covid-19.
Jika tes yang yang bertujuan untuk memastikan seseorang terinfeksi Covid-19 adalah Polimerase Chain Reaction (PCR). PCR tidak hanya memeriksa antibodi seperti tes cepat.
Kini, Rapid Test sudah ditetapkan menjadi salah satu syarat bagi masyarakat yang ingin bepergian ke laur kota menggunakan transportasi darat, laut, maupun udara.
Tes Cepat Menjadi Syarat
Syarat rapid test itu sesuai aturan yang Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto.
Surat Edaran (SE) Menkes Nomor HK.02.01/Menkes/382/2020. SE itu tentang Protokol Pengawasan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri di Bandar Udara dan Pelabuhan dalam Rangka Penerapan Kehidupan Masyarakat Produktif dan Aman Terhadap Covid-19.
Namun, banyak yang mengeluhkan syarat tes cepat itu. Lantaran banyak warga yang merasa keberatan dengan harga yang ditetapkan beberapa rumah sakit.
Dari data yang dilansir SAKATA.ID dari tirto yang mengutip laman Halodoc, rumah sakit yang membuka layanan tes cepat diantaranya, Rumah Sakit (RS) Omni Alam Sutera. RS ini menyediakan drive thru rapid test seharga Rp299 ribu.
Kemudian RS Mitra Keluarga Cilandak, menetapkan harga tes cepat sebesar Rp295 ribu. Dan RS Bethsaida menyediakan dengan harga lebih besar yakni Rp399 ribu.
Adanya syarat rapid test bagi masyarakat yang hendak bepergian banyak dikeluhkan. Termasuk Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Dia menilai biaya tes cepat itu terlalu mahal.
Selanjutnya, lantaran adanya perbedaan harga di RS dan keluhan masyarakat, mendorong Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat edaran tentang batasan tarif tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi.
Batasan Harga Tes Rapid
Ditetapkan secara resmi oleh Kementerian Kesehatan. Melalui Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 batas harga maksimal untuk menjalani tes cepat ini sebesar Rp150 ribu.
Surat tersebut ditandatangani langsung oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Bambang Wibowo pada Senin (6/7/2020).
Dijelaskan Bambang di dalam surat itu bahwa adanya harga tertinggi yang ditetapkan Pemerintah bertujuan agar masyarakat tidak kebingungan.
Karena, lanjutnya, selama ini harga untuk menjalani rapid bervariasi. Maka, di sana Pemerintah berperan agar masyarakat tidak dimanfaatkan oleh pihak yang hanya mencari keuntungan.
Kemudian, di dalam surat itu juga Bambang mengintruksikan kepada fasilitas pelayanan kesehatan supaya mengikuti aturan tarif tersebut. Serta, di dalam menjalankan tes, masyarakat harus dilayani oleh tenaga kesehatan yang berkompeten.
Dugaan Bisnis Rapid Test
Menurut Ombubsman, wajar jika muncul dugaan rapid dijadikan ladang bisnis. Seperti adanya layanan drive thru oleh pelayanan kesehatan.
Lalu, ada tarif promo di kawasan Bandara Soekarno-Hatta. Beberapa maskapai bahkan membuka promo tes cepat bagi penumpang yang hendak terbang.
Contoh, Lion Air Group menetapkan tarif Rp95 ribu. Bahkan Citilink, yang merupakan anak usaha Garuda, membuka promo bakal menggratiskan tes rapid bagi penumpang apabila jumlah penumpang mencapai 500 orang.
“Berbeda dengan negara lain, rapid maupun pcr test diutamakan bagi mereka yang bergejala. Tidak dibisniskan. Sementara di sini dijual ke masyarakatnya,” ujar salah seorang anggota Ombudsman Alvin Lie.
(S-03)