Politika, CIAMIS: Akademisi Universitas Galuh (Unigal) Ciamis Erlan Suwarlan memberikan dorongan untuk penegakkan hukum terkait dugaan politisasi rice cooker dan money politik yang melibatkan calon legislatif (Caleg) dalam Pemilu 2024.
Kepada wartawan, ia menyampaikan mengenai penanganan pelanggaran Pemilu baik di tingkat pusat maupun daerah. Menurutnya, literatur-literatur yang ada menunjukkan bahwa seringkali terdapat kasus-kasus pelanggaran yang tidak tuntas dalam penanganannya.
“Dalam kasus yang dianggap kurang alat bukti, perlu dilakukan kajian mendalam untuk mengidentifikasi bagian mana yang tidak terpenuhi. Jika tidak terpenuhi, risiko terhenti di tengah jalan sangat mungkin terjadi,” ujar Erlan pada Kamis (22/2/2024).
Dia menjelaskan, dalam penanganan pelanggaran Pemilu, terdapat syarat formal yang melibatkan pihak yang melaporkan, batas waktu pelaporan, keabsahan laporan, kesesuaian tanda tangan, tanggal, dan waktu pelaporan.
Selain itu, syarat materil seperti identitas pelapor, peristiwa dan uraian kejadian, waktu serta tempat kejadian, saksi-saksi, dan perolehan barang bukti juga harus dipenuhi.
Lebih lanjut, Erlan mengungkapkan bahwa money politik telah diakui sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime), sehingga sangat berbahaya.
Hal ini menunjukkan perlunya perhatian khusus dan penanganan serius dalam menghadapi fenomena money politik yang dapat merusak integritas Pemilu.
Bawaslu dan KPU Harus Jadi Penyelamat Demokrasi: Tegakkan Etika dan Aturan
Erlan menegaskan bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki peran krusial sebagai pelaksana peraturan perundangan-undangan dalam Pemilu.
Akademisi Unigal ini menekankan pentingnya Bawaslu dan KPU untuk taat pada asas, aturan, dan menegakkan etika demi keberhasilan proses dan hasil Pemilu yang dapat diterima oleh semua pihak.
“Pemilu hadir agar peralihan kekuasaan berjalan baik, kalau menjadi ribut malah aneh,” ujar Erlan, menyoroti esensi Pemilu sebagai mekanisme demokratis.
Ia juga menilai bahwa evaluasi terdekat terhadap Bawaslu dan KPU yakni pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 27 November 2024.
Dalam banyak kasus, Erlan mengungkapkan adanya indikasi partisan kaki tangan Partai Politik (Parpol) di Bawaslu dan KPU, yang dapat melemahkan kedua lembaga tersebut.
“Bawaslu dan KPU harus benar-benar menjadi penyelamat dan garda terdepan, agar konsolidasi demokrasi menjadi establish,” kata Erlan.
Ia menekankan bahwa Bawaslu dan KPU harus berani berjihad untuk menyelamatkan demokrasi dan masa depan bangsa, meskipun dihadapi tekanan, bujukan, godaan, bahkan intimidasi dari pihak-pihak yang kuat.
Dugaan Politisasi Rice Cooker dan Money Politik Oleh Caleg DPR RI Guncang Ciamis
Sebelumnya, media telah ramai memberitakan tentang dugaan pelanggaran Pemilu yang melibatkan Caleg, mulai dari politisasi bantuan rice cooker hingga dugaan money politik.
Kasus politisasi rice cooker yang sebelumnya ditangani oleh Bawaslu Ciamis patah di Gakumdu dengan alasan tidak memenuhi unsur.
Ketua Bawaslu Ciamis, Jajang Miftahudin menjelasakan, dalam rice cooker gate, Bawaslu, unsur Kepolisian, dan Kejaksaan Negeri atau yang berada di Gakumdu harus mencapai satu pendapat.
“Di sentra Gakumdu, kami tidak bisa memaksakan pendapat sendiri, itu dikaji lagi bersama-sama. Dan Bawaslu harus menghormati dan memahami pendapat unsur lain di Gakumdu, sehingga politisasi rice cooker, dinyatakan tidak memenuhi unsur,” ujar Jajang.
Belum lama ini, muncul dugaan baru terkait pelanggaran Pemilu, kali ini terfokus pada money politik yang diduga dilakukan oleh seorang Caleg DPR RI.
Masyarakat menanti langkah Bawaslu dan lembaga terkait dalam menangani kasus ini, mengingat kontroversi sebelumnya yang melibatkan politisasi rice cooker.