Regional, Ciamis, Sakata.id:- Polemik AS salah satu nasabah bank BRI berujung islah. Polemik tersebut bermula dari dugaan hilangnya BPKB agunan AS serta peralihan hutang pribadi mantan istri yang ditanggung AS dengan pinjaman baru atas nama AS melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI.
Setelah bermusyawarah dengan pihak BRI Unit Pasar AS mengatakan, urusan pelimpahan hutang yang sebelumnya sempat memberatkannya justru menjadi sebaliknya, pihkan BRI memberikan berbagai fasilitas keringanan.
Selain itu dua agunan sertifikat yang disimpan di bank sudah dikembalikan, karena menurut bank, dalam program KUR tidak wajib, namun untuk kepercayaan ada saya yang menitipkan sertifikat atau agunan kepada bank.
“Sertifikat sudah dikembalikan, dan ada harapan baru ke depan dalam cicilan hutang, sekalipun saya masih butuh waktu untuk menyeleseaikannya. Cicilannya bisa diperingan,” kata AS.
Sedangkan untuk BPKB yang diduga hilang, pihak bank juga turut menelusuri dan bersedia membantu untuk menghadirkan kembali BPKB ke pangkuan AS. “Jadi versi saya, anak saya tidak merasa mengambil BPKB, sementara versi bank justeru ada laki-laki yang diduga pemilik BPKB mengambil dan menukar dengan jaminan SPPT, tapi BPKB sudah ada titik terang,” kata AS.
Ditemui terpisah, Kepala BRI Unit Pasar Ciamis, Asep Kusuma mengatakan, apa yang dilakukan pihaknya merupakan penyelamatan bersama dalam rangka perbaikan pelayanan kepada nasabah.
” Pola yang kami lakukan demi kemaslahatan bersama, hanya terus terang saja cara penyampaian kami kepada yang bersangkutan pada saat itu mungkin kurang komprehensif, ” kata Asep.
Kaitan BPKB yang diduga hilang, dirinya berkilah bukanlah kesalahan semata BRI. Karena pada waktu itu, ada humman error. Tetapi kalau itu dibuka, juga kata Asep, akan kurang baik untuk nasabah, karena di dalamnya juga terbumbui konflik rumah tangga.
“BPKB sudah kami telusuri, bahkan sudah ketemu titik terang, akan segera kami ambil, tapi untuk itu kami juga butuh waktu,” kata Asep.
Sementara itu Ketua BPC Persatuan Advokat Indonesia Kota Tasikmalaya, Dani Safari Efendi ketika dimintai tanggapannya, dirinya benar-benar ikut merasa berbahagia dengan adanya islah dan mufakat tersebut. Karena sesungguhnya hukum tertinggi dalam penegakan hukum ada pada kesepakatan.
“Apapun kondisinya ketika kesepakatan itu terbangun. Maka secara hukum sudah beres,” paparnya.**