Regional, CIAMIS: Modus dugaan kasus korupsi finger print dijelaskan Kejaksaan Negeri (Kejari) Ciamis, Senin (31/5/2021).
Kejari Ciamis sudah menetapkan dua tersangka pada kasus korupsi pengadaan finger print ini.
Dijelaskan bahwa itu merupakan pengadaan finger print sekolah tingkat SD dan SMP di Kabupaten Ciamis, tahun 2017/2018.
Kedua tersangka itu yakni YSM. Ia merupakan rekanan pengadaan finger print itu.
Inisial tersangka lainnya adalah WH. Kala itu ia menjabat sebagai Sekretaris Dinas Pendidikan Ciamis. Kini WH menjabat sekretaris di salah satu dinas di Kabupaten Pangandaran.
Kemarin, Kejari Ciamis sudah melakukan penahanan tersangka YSM di Lapas Kelas IIB Ciamis. Namun WH dibawa ke rumah sakit lantaran kondisinya sakit.
Kepala Kejari Ciamis Yuyun Wahyudi mengungkapkan modus korupsi finger print di Ciamis yang diduga dilakukan dua tersangka ini.
Awalnya, kata Yuyun, tersangka WH mengenalkan YSM kepada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pendidikan di setiap kecamatan.
Lalu, menawarkan pengadaan finger print dengan harga Rp 4 juta.
Padahal sebelumnya, si rekanan itu atau YSM sudah menawarkannya dengan harga Rp 2,4 juta.
Dari pembicaraan yang mereka lakukan, ada ketentuan UPTD mendapat fee Rp 1 juta per unit sekolah, untuk yang bayar tunai. Sementara yang kredit mendapat fee Rp 500 ribu.
Kemudian dilaksanakan rapat dengan kepala sekolah. Digelar di beberapa UPTD kecamatan. Tujuannya adalah melakukan pelatihan. Yakni tata cara pemasangan dan pembagian mesin finger print.
Pembayaran yang dilakuakan, sekolah menitipkan dana ke UPTD sebesar Rp 4 juta.
Padahal, jelas Yuyun, pada saat itu, 2018, anggarannya belum ada dari dana BOS, itu untuk tahun 2018.
Hanya saja, pengadaannya didahulukan menjadi tahun 2017. Cara pembayarannya pun menggunakan dana talangan. Yang kemudian dana tersebut diganti dari dana BOS.
“Itu mendahului dan sudah pelanggaran hukum,” ujar Yuyun.
Selain itu, lanjut Yuyun, setelah melakukan pembelian finger print modus yang dilakukan tersangka dengan menutup merek.
Mesin absensi asli itu ditutup mereknya dengan stiker dari perusahaan YSM, tujuannya mengelabui. Sehingga mesin tersebut tidak dapat dicari oleh siapa pun di pasaran. Hal ini merupakan penjurusan.
Padahal YSM membeli mesin absensi finger print itu hanya dengan harga Rp 1.540.000. Harga ini belum termasuk ongkir dan pajak.
Di Kabupaten Ciamis, ada 430 sekolah dasar (SD) yang membeli mesin absensi itu ke YSM.
Kerugian Korupsi Finger Print Ciamis
Yuyun menegaskan, bahwa di dalam kasus ini jelas ada Mark up. Atau menaikan harga barang dalam pengadaan pembelian mesin absensi.
Karena dilakukan mark up, hingga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 804.315.000.
“Pembelian mesin finger print ini di mark up. Sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 804.315.000. Berdasarkan hasil audit,” beber Yuyun.
Akibat perbuatannya itu, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999. Yakni tentang tindak pidana korupsi, Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
Sesuai dengan aturan tersebut, ancaman hukuman minimal 4 tahun. Hingga 20 tahun penjara.