Internasional, SAKATA.ID: Kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama sejumlah menterinya bertolak ke China baru-baru ini membawa pulang kesepakatan baru senilai Rp197,48 triliun rupiah atau US$12,6 miliar (kurs Rp15.673 per dolar AS).
Informasi ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Ad-interim yang juga Menteri BUMN Erick Thohir melalui akun instagramnya @erickthohir pada Senin (16/10/2023) malam.
Erick menyampaikan bahwa ‘oleh-oleh’ itu berasal dari kesepakatan 11 kerja sama yang bakal dijalin Indonesia dan China.
Ia mengungkapkan, kerja sama antara lain dilakukan dalam pengembangan industri baterai listrik, energi hijau, dan pengembangan teknologi kesehatan.
Dalam keterangannya, dia menulis, kerja sama senilai US$12,6 miliar ini terjalin antara perusahaan swasta-swasta, BUMN-swasta, maupun BUMN-BUMN.
“Ini (kedatangannya ke China), untuk memperkuat pengembangan industri baterai listrik, energi hijau. Serta teknologi kesehatan di tanah air. Agar bisa meningkatkan pembukaan lapangan pekerjaan,” ujar dia.
Diketahui, Presiden Jokowi bertolak ke Beijing, China awal pekan ini dengan dua agenda besar yang akan dilakukannya di Negeri Tirai Bambu tersebut.
Jokowi mengungkapkan, pihaknya pergi ke China dengan agenda pertama adalah melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden China Xi Jinping, Perdana Menteri Li Qiang, dan Ketua Parlemen Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Dan agenda kedua yakni, menghadiri acara KTT Belt and Road Initiative (BRI). Salah satunya membahas proyek Kereta Cepat Bandung-Surabaya.
Bertolak ke China, Jokowi Makin Mesra dengan Xi Jinping Dikucilkan AS
Adanya kunjungan Jokowi ke China itu mempertegas bahwa Presiden Jokoei semakin dekat dengan Xi Jinping. Terutama dalam hal membuka peluang kerja sama dalam pengembangan baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/VE) di Indonesia.
Kedekatan ini sebenarnya sudah terjalin sejak Jokowi menjabat di periode kedua. Sayangnya, keadaan itu membuat Amerika Serikat (AS) justru mengucilkan Indonesia.
Negara adi daya ini tidak memberikan paket subsidi hijau bagi mineral dari Indonesia yakni nikel untuk baterai kendaraan listrik di AS.
Kondisi ini pun membuat Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid berkomentar pada 9 April 2023 lalu. Menurutnya, padahal Indonesia dapat memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan AS akan kendaraan listrik dan baterai.
Apalagi, Indonesia memiliki sepertiga dari dari total cadangan nikel dunia. Ini lah yamg menempatkan Indonesia pada posisi pertama. Diketahui bahwa Nikel menjadi bahan yang penting untuk produksi baterai kendaraan listrik.