Banyak Toko Ritel Tutup, Indonesia Disebut Alami Tsunami Kebangkrutan

Bisnis, SAKATA.ID: Toko ritel di sejumlah daerah di Indonesia tutup karena mengalami kebangkrutaan. Banyak pihak menyebut kalau Indonesia akan mengalami tsunami kebangkrutan.

Kondisi bangkrut itu, merupakan dampak dari pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum juga selesai.

Bacaan Lainnya

Meskipun sekarang sudah ada kebijakan pelonggaran aktivitas diterapkan pemerintah.

Namun, belum juga membangkitkan ekonomi secara signifikan. Malah, banyak toko ritel maupun pusat perbelanjaan atau mal tutup dan alih kepemilikan.

Dikutip dari CNBC pada Rabu (17/11/2021), mengungkap beberapa contoh toko di mal yang over kredit atau pindah tangan ke penyewa lain sebelum kontrak usai.

Portal media online itu juga menulis sebuah artikel dengan judul  ‘Makin Mengkhawatirkan! RI Dilanda ‘Tsunami’ Kebangkrutan’. Ditayangkan pada 13 November 2021.

Ketua Umum Himpunan Perital dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo pun mengungkap hal yang sama.

Menurutnya, mal di sejumlah daerah ada yang dilego karena ada permaslahan keuangan.

Menurut Budihardjo, solusi yang bisa dilakukan untuk permasalahan peristiwa kebangkrutan ini adalah dengan transaksi penjualan.

Hanya saja, ini tidak mudah. Tetap akan sulit dilakukan karena daya beli masyarakat mengalami degradasi.

Diterapkan diskon pun tetap susah karena banyak usaha yang ada dalam keadaan sulit.

Ia mengungkap peristiwa penjualan mal yang baru-baru ini terjadi yakni Cibinong Square di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia atau APPBI Alphonsus Widjaja mengungkap jumlah pusat perbelanjaan atau juga toko ritel yang tutup karena kebangkrutan.

Pusat perbelanjaan, tercatat ada delapan. Satu tutup. Dan sisanya alih kepemilikan. Termasuk tujuh mal dijual. Ini adalah data yang ia ketahui.

Sementara masih banyak yang proses penyelamatan atau ambil alih dalam penawaran.

Ia mengaku, sulit untuk menentukan berapa banyak mal yang dijual atau ditutup lantaran tidak semuanya melaporkan ke asosiasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *