Wow!, Harga Rumah di Bandung Lebih Mahal Ketimbang di Jakarta, New York, dan London

RAGAM, SAKATA.ID : Harga rumah di Indonesia dinilai mahal. Bahkan dari tahun ke tahun harganya semakin meningkat.

Padahal rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar dari manusia. Namun malah menjadi barang menakutkan karena harga yang melambung tinggi.

Bacaan Lainnya

Bahkan, harga rumah di Bandung lebih mahal dari rumah yang dijual di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

Harga rumah di Jakarta juga lebih mahal ketimbang di wilayah metropolitan terpadat di dunia, New York dan Ibu Kota Inggris, London.

Informasi yang dikutif media Kontan dari Jakarta Property Institute, nilai lebih mahal itu dilihat dari komparasi rasio perhitungan harga rumah terhadap pendapatan. Riset tersebut dilakukan World Bank Time To Act 2019.

Harga tertinggi ditempati Shenzhen, disusul Hong Kong, kemudian Taipei, dan Beijing.

Berikut daftar lengkapnya:

– Shenzhen 19,8

– Hong Kong 19,4

– Taipei 15,1

– Beijing 14,5

– Manila 14,0

– Shanghai 14,0

– Bandung 12,1

– Mumbai 11,9

– Denpasar 11,9

– Seoul 10,8

– Jakarta 10,3

– London 8,5

– Bangkok 7,7

– New York 5,7

– Singapura 4,8

– Yokohama 4,8

– Kuala Lumpur 4,0

– Osaka-Kobe-Kyoto 3,5

Banyak alasan yang menjadikan harga rumah di Indonesia ini tinggi. Khususnya Bandung dan Jakarta. Diantaranya adalah sistem birokrasi yang rumit dan berbelit-belit.

Belum ada bangunan sistem birokrasi di Indonesia yang mudah serta tidak bertele-tele. Karena banyaknya tahapan yang dilalui. Sehingga membutuhkan waktu yang juga tidak sedikit.

Bahkan, terkadang harga yang harus dikeluarkan untuk ongkos birokrasi saja cukup mahal.

Keluhan birokrasi yang rumit dan harga birokrasi yang mahal itu juga diungkapkan Director Jakarta Property Institute Wendy Haryanto.

Menurutnya ongkos yang dimaksudkannya itu adalah proses perizinan seperti izin mendirikan bangunan (IMB). Serta peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia sangat rendah.

Selain itu, jumlah pengembang yang mempunyai izin juga sangat terbatas. Dan apabila pengembang punya keinginan untuk memenuhi kebutuhan pasar, ada kompensasi tinggi yang harus dibayar.

Sehingga pengembang tidak mampu menambah koefisien lantai bangunan (KLB) sesuai dinamika pasar.

Sudah tidak ada lagi istilah rumah murah saat ini. Milenial semakin sulit mendapat rumah. Rumah murah hanya mimpi yang tak kunjung dapat dipenuhi. (S-03)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *