Nasional, SAKATA.ID : Pengadaan dan distribusi Vaksin Covid-19 harus transparan dan akuntabel.
Karena itu, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) akan melakukan pemeriksaan.
Selain supaya transparan dan akuntabel, distribusi dan pengadaan juga harus sesuai dengan regulasi yang ada.
Hal tersebut diungkapkan Ketua BPK Agung Firman Sampurna, di Jakarta, Sabtu (9/1/2021) kemarin.
Menurutnya, pemeriksan itu harus dilaksanakan. Sesuai dengan mandat, BOK harus pastikan distribusi vaksin Covid- sudha dilaksanakan secara transparan.
Agung mengungkapkan, pemeriksaan direncanakan setelah melaksanakan pertemuan dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.
Dalam pertemuan itu juga dihadiri Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Mereka membahas pengadaan dan distribusi vaksin Covid-19.
Pertemuan tersebut terselenggara atas permohonan audiensi dari Kementerian BUMN.
Di pertemuan itu juga terungkap beberapa permasalahan yang terindikasi sebagai risiko dalam kegiatan pengadaan dan distribusi vaksin Covid-19.
Agung mengungkap risiko yang timbul itu. Diantaranya, risiko finansial dalam distribusi dan pengadaan vaksin Covid-19.
Serta beberapa isu yang berkembang di masyarakat terkait keamanan, efek samping, efikasi.
Isu lain yakni, pelaksanaan distribusi vaksin kepada masyarakat. Yang melalui kerja sama antara Pemerintah Daerah dan Rumah Sakit.
Sebelumnya, Menkes Budi mengatakan bahwa Pemerintah menyiapkan 426 juta vaksin Covid-19.
Vaksin itu untuk sekitar 181 juta jiwa penduduk Indonesia.
Pengadaan vaksin Covid-19 di Indonesia berasal dari perusahaan farmasi Tiongkok. Yakni Sinovac. Sebanyak 125,5 juta dosis.
Kemudian dari pabrikan vaksin Amerika Serikat-Kanada Novavax sebanyak 50 juta dosis.
Serta kerja sama multilateral World Health Organization (WHO) dan Aliansi Vaksin Dunia (Covax-GAVI) sebanyak 50 juta dosis.
Vaksinasi Gelombang Pertama
Vaksinasi gelombang pertama rencananya dilakukan pada Januari-April 2021.
Pada gelombang ini diperuntukkan bagi 1,3 juta orang petugas kesehatan di 34 provinsi. Dan 17,4 juta petugas publik. Serta 21,5 juta orang lanjut usia.
Gelombang kedua pada April 2021-Maret 2022. Untuk 63,9 juta masyarakat yang ada di daerah dengan risiko penularan tinggi.
Dan sebanyak 77,4 juta bagi masyarakat lain. Dengan pendekatan klaster sesuai ketersediaan vaksin.