Politika, SAKATA.ID: Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia atau Gerbang Tani minta Pemerintah agar mengevaluasi kebijakan impor beras.
Ketua Umum Gerbang Tani Idham Arsyad menegaskan, impor beras saat ini membuat harga gabah petani anjlok. Serta, marwah Indonesia sebagai negara agraris menjadi sumir dan semakin tidak jelas arahnya.
“Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Perum Bulog harus mengevaluasi kebijakan impor beras,” ujar Idham dalam rilisnya, Kamis (8/12/2022).
Menurutnya, beras merupakan produk pertanian yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Ia menegaskan, kecukupan dan ketersediaan beras merupakan salah satu tugas pokok Pemerintah. Hal tersrbut sesuai dengan mandat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Idham mengungkapkan, pada Pasal 12 Ayat 2 Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa ketersediaan pangan termasuk beras merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat.
Selain itu, lanjut dia, beras juga termasuk dalam empat produk pangan yang dikhususkan oleh Pemerintah di samping gula, kedelai, dan jagung untuk dijaga ketahanan pangannya. Maka dari itu, pemenuhan atas barang tersebut menjadi perhatian yang penting.
“Kebijakan impor beras harus dievaluasi. Karena berdampak pada anjloknya harga gabah petani dan secara otomatis akan menyusahkan petani. Impor beras juga semakin menjauhkan Indonesia untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan pangan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Pangan,” lanjut Idham.
Ketua Gerbang Tani juga minta, Kementan seharusnya membuka saja peta produksi beras nasional. “Bagaimana produksinya, sebaran luasannya, dan dimana saja. Ini baru mengurus satu komoditas beras saja kita kewalahan yang setiap tahunnya harus impor, ini sungguh preseden buruk wajah pertanian kita,” kata Idham.
Dia menyampaikan, triliuanan rupiah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikelola Kementan seolah tidak ada artinya, jika menyusun tatakelola perberasan saja tidak tuntas.
Idham pun menyesalkan langkah Kementan yang tidak memaksimalkan penyerapan gabah petani dengan harga yang bisa menyejahterakan petani.
“Sudah seharusnya harga pembelian pemerintah (HPP) ditinjau ulang. Karena hal ini sudah tidak sebanding dengan biaya produksi yang tinggi,” ujar dia.
Menurut Idham, pada musim tanam yang lalu petani dihadapkan pada persoalan kelangkaan pupuk, sehingga banyak petani yang kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi.
Bisa dibayangkan, lanjut dia, betapa sedihnya ketika hasil panen tidak bisa dijual dengan harga yang menyejahterakan karena adanya impor beras.