Politika, SAKATA.ID: Pemerintah telah merumuskan kebijakan Cadangan Pangan atau CPP yang kini diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2022.
Ada 11 bahan pangan untuk memastikan ketersediaan pangan di seluruh wilayah Indonesia dalam Perpres tersebut. Yaitu beras, cabai, kedelai, bawang, jagung. Kemudian, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, gula konsumsi, ikan, dan minyak goreng.
Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) ragu akan efektivitas dari kebijakan CPP tersebut.
“Pertanyaannya, apakah ini akan efektif dalam menjawab ketersediaan pangan. Dan akankah efektif menjawab keterjangkuan harga pangan. Sementara ada ancaman krisis pangan dunia?,” ujar Ketua Umum Gerbang Tani, Idham Arsyad, Selasa (8/11/2022) dalam rilisnya.
Idham mencontohkan kebijakan Food Estate di Papua dan Diversifikasi Pangan yang mandeg.
“Gerbang Tani mengapresiasi kebijakan CPP ini. Namun patut diingat. Bahwa dalam berbagai kebijakan yang terdahulu. Perihal pangan ini kadang tidak efektif. Bahkan gagal. Contoh Food Estate di Papua dan Kalimantan. Diversifikasi pangan yang mandeg,” ujar Idham.
Ia melanjutkan, Gerbang Tani melihat sumber kegagalan itu lebih dominan dari internal penyelenggara.
Meskipun, lanjut Idham, ada pula pengaruh eksternal. Seperti kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina. Serta adanya perubahan iklim, la nina dan el nina, menjadi tidak terprediksi.
Idham membeberkan masalah internal yang dimaksud yakni, terkait lemahnya koordinasi antar Kementerian atau embaga terkait pangan.
“Ini tergambarkan masih lemahnya sinergi dan integrasi sistem. Termasuk monitoring sistem yang efektif dan kredibel. Lalu sumber pangan dan protein yang belum terdiversifikasi. Adanya gejolak harga pangan pokok yang terus berulang apalagi saat momentum hari-hari besar,” kata Idham.
Tujuan Kebijakan Cadangan Pangan Pemerintah
Idham menyebut, sesuai dengan Perpres Nomor 125 Tahun 2022 setidaknya ada enam tujuan yang hendak dicapai. Yang pertama yaitu untuk memastikan stabilitas ketersediaan dan harga pangan.
Kemudian, mendorong peningkatan produksi pangan nasional. Menjamin ketercukupan pangan dalam negeri. Lalu, berkontribusi bagi kecukupan pangan global, melindungi ekosistem pangan hulu hilir.
Serta guna memberi kepastian harga ditingkat produsen (petani, peternak, dan nelayan). Supaya tetap berproduksi serta adanya kepastian harga di tingkat konsumen.
Idham mengungkapkan, Badang Pangan Nasional (Bapanas), Bulog, dan BUMN mendapatkan penugasan untuk mengelola dan memastikan ketersediaan 11 bahan pangan itu ke seluruh wilayah Indonesia.
Sedangkan Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi pionir teknis dalam meningkatkan produksi pangan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi.
Dengan demikian, lanjut dia, yang pertama-tama harus berbenah adalah keempat lembaga tersebut.
Sebagai contoh, tegas Idham, BUMN Pangan belum sepenuhnya menjadi pelopor pembangunan pangan nasional.
Ia menilai, lembaga itu belum secara menyeluruh memperbaiki bisnis klaster pangan. Korporasi pangan yang terbatas, dan lain-lain.
Lebih dari itu, lanjut Idham, jika mau jujur, koordinasi antara kementerian dan lembaga lain juga masih lemah. Bahkan cenderung ada ego sektoral.
“Hal-hal inilah yang harus diperhatikan. Harus segera diselesaikan. Jika tidak. Maka enam tujuan yang hendak dicapai dari Perpres itu hanya akan indah di atas kertas saja,” pungkas Idham.