Sosok, SAKATA.ID: Ikon Google Doodle pada Minggu (3/4/2022) menampilkan seorang jurnalis perempuan yang bernama Siti Latifah Herawati Diah.
Dalam Google Doodle, Siti tampil dengan penampilan yang berbeda. Di gambar eprtama ia terlihat sedang menggunakan toga, kemudian memegang koran dengan pakaian toga, dan terakhir sedang menulis.
Wajar ada penampilan memegang koran dan sedang menulis, karena Siti adalah seorang Jurnalis ternama di Indonesia.
Oleh karena itu, bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-105 Ia dipampang di Google Doodle dengan penampilan yang sesuai dengan karirnya.
Siti Latifah Herawati Diah lahir pada tanggal 3 April 1917 di Tanjung Pandan, Kepulauan Bangka. Ia dilahirkan dari pasangan Siti Alimah dan Raden Latip, seorang dokter yang berdinas di pertambangan timah Billiton Maatschappij.
Pendidikan yang didapat Siti terbilang sangat baik pada masanya. Lantaran Ia berkesempatan untuk menimba ilmu di Europeesche Lagere School (ELS) Salemba, Jakarta dan American High School di Tokyo, Jepang.
Sebetulnya Siti ingin meneruskan jenjang pendidikannya ke Belanda, tetapi ayahnya melarang untuk pergi ke negeri kincir angin itu. Hal tersebut dikarenakan Belanda merupakan negeri penjajah.
Atas motivasi dari ibunya, Ia melanjutkan jenjang pendidikannya ke Universitas Columbia, New York, Amerika untuk mempelajari sosiologi.
Tertarik dengan Dunia Jurnalistik
Pada musim panas, Siti mulai tertarik dengan dunia tulis menulis. Hal itu mendorongnya untuk kuliah Jurnalistik di Universitas Stanford, California.
Setibanya di Indonesia tahun 1942, setelah menyelesaikan kuliah di Amerika, Ia memulai karinya di bidang jurnalistik untuk menjadi wartawan lepas di United Press International (UPI).
Setelah itu, tidak begitu lama, Siti melanjutkan karinya sebagai penyiar radio di Radio Hoso Kyoku.
Dalam kisah asmaranya, Siti menikah dengan Burhanuddin Mohammad Diah — seorang menteri penerangan di zaman Soeharto, yang bekerja Koran Asia Raya.
Dalam upaya mengisi ruang intelektual setelah Proklamasi Kemerdekaan, pada 1 Oktober 1945 Siti bersama suami merintis dan mengembangkan Harian Merdeka.
Salah satu pencapaiannya adalah ketika Siti membuat dan menjadi pemimpin di The Indonesian Observer, yaitu koran dengan bahasa Inggris pertama yang ada di Indonesia.
Koran dari hasil produksinya, pertama kalinya dibagikan pada tahun 1955 saat acara Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, Jawa Barat pada 1955.
Karir selain Jurnalis
Menariknya, Siti Latifah Herawati Diah pernah bertemu dengan pimpinan besar India, Mahatma Gandhi saat acara All-India Women’s Congress pada 1948. Menurutnya, hal itu bisa terjadi karena karirnya sebagai wartawan.
Sosok Siti bukan perempuan yang hanya berjuang di wilayah jurnalistik saja. Tetapi Ia juga berjuang dalam mempertinggi budaya Indonesia. Dibuktikan ketika perjuangannya untuk pendeklarasian Candi Borobudur sebagai situs warisan dunia UNESCO.
Selain itu, ia juga berprofesi sebagau Advokat. Ia senantias menyuarakan hak-hak perempuan. Siti juga tercatat sebagai komisioner pertama Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Menjelang tahun 1999, Siti membuat kelompok yang bernama Gerakan Perempuan Sadar Pemilu (GPSP). Perlu diketahui GPSP juga sudah berganti nama menjadi Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan.
Di usianya yang cukup tua, pada usia 80 tahun Siti ikut membuat Hasta Dasa Guna, adalah kelompok perempuan berusia di atas 80 tahun.
Siti meninggal dunia saat usianya 99 tahun di Rumah Sakit Medistra Jakarta, tepatnya pada 30 September 2016. Adapun makam Siti Latifah Herawati Diah dertepatan dengan makam suaminya di Taman Makam Pahlawan Kalibata.