Hukum, TASIKMALAYA: Kasus dugaan pemotongan bantuan Hibah Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018, kini mencuat kembali kepermukaan.
Proses pemeriksaan sedang dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tasikmalaya.
Saat ini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sedang menghitung jumlah kerugian negara atas dugaan kasus pemotongan hibah tersebut.
Sebelumnya, kasus bantuan pada 2018 itu sempat menjadi sorotan publik dengan ditahannya Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tasikmalaya, Abdul Kodir.
Hakim Pengadilan Tipiko menetapkan ia bersama Aparatur Sipil Negara (ASN) yang lainnya dinyatakan terbukti melakukan sunat dana hibah pada puluhan yayasan, beberapa tahun lalu.
Informasi yang dihimpun, LHP BPK nomor 22/LHP/XVIII.BDG/05/2018, tanggal 23 Mei 2018 Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018 menganggarkan belanja hibah sebesar Rp 141.985.400.000 dengan realisasi Rp 139.136.643.200.
Ada beberapa temuan dan menjadi catatan dalam LHP BPK, yaitu soal penyaluran bantuan. Ditemukan pemotongan dana dari penerima bantuan.
BPK menyatakan, ada 84 lembaga dalam SK bupati tentang penerima hibah. Namun tidak tercatat dalam sistem aplikasi.
Ada juga temuan 44 lembaga dan yayasan tersebut masuk dalam SK Bupati namun tidak masuk dalam nominatif.
Kemudian, ada penerima bantuan yang tidak masuk dalam nominatif SK Bupati Tasikmalaya tentang Penerima Hibah sebanyak 33 lembaga. Menerima bantuan sekitar Rp 50-500 juta dengan total sekitar Rp 4.095.000.000.
Selain itu, dalam LHP BPK tersebut ditemukan 158 lembaga yang belum menyerahkan laporan pertanggung jawaban hibah dengan total mencapai Rp 19.852.500.000.
Termasuk juga ada temuan dalam LHP BPK yang tidak sesuai ketentuan. Misalnya lembaga yang tidak memiliki SK Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham).
Atau tidak adanya kesesuaian yang tertera dengan SK sebenarnya. Dengan total anggaran Rp 2.901.775.000.
Serta ada temuan pemotongan terhadap penerima bantuan tersebut yang diminta pihak lain.
Ada pula temuan pemotongan terhadap penerima hibah yang tercantum sejumlah 39 yayasan. Dengan total anggaran mencapai Rp 4.135.000.000 dengan besaran Rp 95-300 juta.
Dan nilai yang diterima oleh penerima dari total Rp 4.1 miliar hanya Rp 1.5 miliar dengan besaran mulai dari Rp 10-150 juta.
Sementara selisih atau yang diminta pihak lain totalnya mencapai Rp2.623.000.000 dengan besaran pemotongan mulai dari Rp50-190 juta.
Dalam menyikapi LHP BPK tersebut, Aktivis 96 Dadi Abidarda, mengatakan bahwa beberapa temuan pemotongan dana hibah terhadap yayasan merupakan sampel saja.
“Dalam LHP BPK ini hanya sampel saja. Tidak semua yayasan dilakukan pemeriksaan. Dan saya menduga, pastinya masih banyak yayasan penerima bantuan hibah mengalami pemotongan yang serupa,” kata Dadi.