PN Jakpus Tolak Gugatan Terhadap Menag Yaqut Soal Toa Masjid

Menag Yaqut
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas/Net

Hukum, SAKATA.ID: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tolak gugatan kepada Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas soal Toa masjid.

Gugatan itu dilayangkan praktisi hukum Alamsyah Hanafiah di PN Jakpus pada Maret 2022 lalu. Dia menilai Yaqut diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Bacaan Lainnya

Alamsyah meminta agar pengadilan menghukum Yaqut supaya memberikan makan anak yatim piatu 1.000 orang. Atau setara dengan nilai Rp100 juta. Hanya saja, gugatan tersebut ditolak.

PN Jakpus tolak gugatan penggugat Alamsyah untuk seluruhnya. Informasi ini dikutip dari putusan PN Jakpus website-nya pada Selasa (2/5/2023).

Dalam perrsidangan ini, duduk sebagai ketua majelis Fahzal Hendri dengan anggota Panji Surono dan Toni Irfan.

Pada Rabu (23/2/2022) lalu, di Gedung Daerah Provinsi Riau, Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan soal aturan pengeras suara atau toa di masjid dan musala.

Kala itu, Yaqut membuat analogi soal gonggongan anjing di tengah-tengah penjelasannya ketika ia ditanya terkait aturan azan yang diterbitkannya.

“Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini. Kalau kita hidup. Dalam satu kompleks gitu. Misalnya, kiri-kanan depan-belakang. Banyak pelihara anjing semua. Misalnya. Menggonggong dalam waktu yang bersamaan. Kita ini terganggu nggak?” ucap Yaqut.

Pernyataan yang disampaikan Menag Yaqut pun menjadi polemik.

Alamsyah menilai, pengertian tentang pernyataan Yaqut yang menyamakan suara azan dengan suara anjing menggonggong itu pernyataan kotor.

Ini, kata Alamsyah, pernyataan pejabat publik yang sangat kotor di dunia. Itu pernyataan sangat kotor.

Apalagi, menurutnya, Yaqut menyamakan antara anjing menggonggong di suatu komplek dengan suara azan di masjid.

Dalam penjelasan di amar putusan persidangan PN Jakpus itu, bahwa pernyataan Yaqut adalah memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan yang lain.

Maka dia menyebut kata misal. Itu dimaksudkan, misalnya Muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu. Di mana, di tempat tersebut, mayoritas warga memelihara anjing. Pasti akan terganggu, jika tak ada toleransi dari tetangga yang memeliharanya.

Jadi Yaqut sedang mencontohkan suara yang terlalu keras. Apalagi munculnya secara bersamaan. Justru menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu masyarakat. Karena itu Menag pun mengeluarkan pedoman penggunaan pengeras suara.

Dia menegaskan, Kemenag tak melarang masjid dan musala menggunakan pengeras suara saat azan. Pasalnya, itu menjadi bagian dari syiar agama Islam.

Adapun, Surat Edaran Menag terbit untuk mengatur berkenaan volume suara. Supaya yang digunakan maksimal 100 DB (desibel).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *