Internasional, SAKATA.ID: Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim) berhasil menangkap dua warga negara Indonesia (WNI) yang diduga telah rugikan Pemerintah Amerika Serikat (AS).
Para pelaku diduga membuat situs palsu untuk meraup dana bantuan COVID-19 dari pemerintah AS.
Dari kejahatan yang dilakukannya, para pelaku diperkirakan meraup dana hingga US$60 juta. Atau setara dengan Rp873 miliar rupiah.
Kedua pelaku itu berinisial SFR dan MCL. Penangkapan dua tersangka inu dilakukan di Surabaya.
Polda Jatim yang menangkap mereka, setelah berkoordinasi dengan Biro Investigasi Federal (FBI) AS.
Berikut keterangan Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta sebagaimana dikutip dari CNN, Sabtu (17/4/2021).
Nico menjelaskan, kedua pelaku membuat situs palsu untuk mengelabui warga AS. Situs yang mereka buat ini menyerupai laman resmi pemerintah AS.
Para tersangka, kata dia, menyebarkan alamat website yang telah dibuatnya. Penyebaran dilakukan secara acak dengan menggunakan layanan SMS blast.
Sasarannya, ujar Nico, adalah 20 juta warga negara AS, ujar Nico pada Kamis (15/4/2021).
Menurut Nico, kedua tersangka itu memiliki tugas berbeda. Jadi, yang membuat scam page adalah pelaku berinisial MCL.
Kemudian, disebarkan oleh SFR. Ia menggunakan aplikasi semacam SMS blast untuk menyebarkan ke 20 juta nomor telepon warga negara AS.
Puluhan Ribu Warga Amerika Serikat Tertipu
Nico mengungkapkan, dari jutaan SMS yang dikirim, ada 30 ribu warga AS yang kemudian tertipu.
Mereka percaya pada link yang dibagikan kedua pelaku. Para warga AS yang menerima pesan dari para pelaku, mengklik tautan yang ada dalam SMS.
Warga AS yang tertipu mengisi sejumlah data yang ada di dalam website. Data itu, selanjutnya disalahgunakan oleh tersangka untuk mencairkan dana bantuan COVID-19 untuk warga negara AS.
Untuk satu data warga, Pemerintah AS menggelontorkan dana sebesar US$2.000 (setara Rp29,2 juta).
Nico mengatakan bahwa dana yang dicairkan itu merupakan Pandemic Unemployment Assistance (PUA) yang dialokasikan pemerintah AS untuk warganya yang terdampak pandemi COVID-19.
Menurut Nico, dari 30 ribu warga AS yang tertipu, sehingga total kerugian pemerintah AS mencapai US$60 juta.
Nico mengatakan, oleh kedua tersangka, uang hasil pencurian data dan penipuan itu digunakan untuk membeli berbagai peralatan yang lebih canggih.
Ia menegaskan bahwa kasus ini terungkap berkat kerjasama Polda Jatim, Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri, bersama FBI.