SAKATA.ID : Apabila tidak segera ditangani, marah karena stres dapat berdampak buruk bagi kesehatan tubuh. Atau menyebabkan kerusakan mental.
Saat melakukan perdebatan dengan seseorang, otomatis susana hati akan berubah menjadi marah. Sehingga, tingkat stres menjadi naik.
Jadi mengambil keputusan di saat keadaan hati sedang marah akan timbul konsekuensi yang sangat tidak diinginkan.
Emosi Menutup Hati
Keadaan emosi dapat menutup hati dan logika. Kerapkali, apa yang diutarakan dari pikiran dan mulut tidak selras dengan kenyataan yang ada.
Di saat emosi juga membuat pemikiran rasional menjadi tidak berjalan lancar.
Hal ini yang mengakibatkan banyak terjadi kesalahan ketika mengambil keputusan di saat yang bersamaan perasaaan sedang marah.
Pemikiran dengan keadaan emosi dapat meliputi hal sederhana hingga menjadi rumit. Jadi harus diingat dengan baik agar tidak tercipta kesalahan yang lebih banyak.
Masalah Makin Rumit dan Panjang
Kemudian apabila keputusan dibuat saat emosi, sesuatu yang muncul tidak akan memuaskan hati. Lantaran kondisi marah membuat kita mencari perlindungan.
Apabila saat mengambil keputusan itu sedang di kelilingi orang yang salah, dan orang-orang yang ada di sekeliling memberi dukungan. Itu akan menjadi penyabab awal terciptanya kesalahan.
BACA JUGA : Rolling Stones Marah Lagunya Dipakai Kampanye oleh Trump
Pasalnya apa yang diputuskan saat emosi tidak sejalur dengan logika. Karena mengikuti bagaimana pengaruh orang lain bukan diri sendiri.
Dengan begitu rasa kecewa dan menyesal pun akan timbul di kemudian hari.
Keputusan keliru yang terlanjur dibuat itu tidak akan mudah untuk diperbaiki. Malah akan ada banyak lagi tindakan gegabah yang juga berdatangan.
BACA JUGA : Telan Dua Nyawa, Sarang Tawon Dibakar Warga
Situasi itu layaknya susunan domino yang jatuh dan runtuh satu per satu. Pembuat keputusan akan dibikin pusing memperbaiki kesalahan.
Mengambil sebuah keputusan tentu bukan sesuatu hal yang mudah untuk dilakukan.
Apalagi keputusan yang harus diambil itu yang berkaitan dengan masa depan diri sendiri atau yang menyangkut kepentingan banyak orang.
Di dalam keadaan sadar saja sudah bikin pusing apalagi jika saat emosi. Jika ada yang mengambil keputusan di saat dirinya emosi sama saja mempersulit keadaan.
Sebuah masalah akan menjadi makin rumit dan diri sendiri juga makin gak karuan.
Seperti kata pepatah bahwa kita jangan melempar tanah di air yang keruh bila tidak mampu menjernihkannya kembali.
Jadi emosi itu ibarat api besar yang harus direndam, bukan justru semakin dibesarkan.
Emosi bukan hanya melibatkan interaksi kekerasan fisik. Tetapi juga bisa berupa kekerasan verbal atau perkataan kasar.
Jika dibiarkan, emosi bukan hanya berdampak buruk pada keputusan yang diuat tapi juga perkataan, yang nanti saat kita sadar baru akan menyesalinya.
Situasi seperti ini bisa memancing perasaan bersalah, depresi dan kecemasan.
Jadi, berhentilah menyalahkan diri sendiri atas hal-hal yang tidak mungkin bisa dikendalikan.
Sehingga muncul permasalahan baru. Tubuh akan menjadi semakin stres, berkepanjangan. Apabila tidak segera ditangani bisa menyebabkan kerusakan mental.
Atau juga, akan berdampak buruk terhadap kesehatan tubuh.
Jangan Terburu-buru Dengarkan Suara Hati
Maka apabila kita dituntut untuk mengambil keputusan, jangan diambil suatu keputusan saat diri sedang marah.
Jangan terburu-buru memutuskan. Coba luangkan sejenak untuk mendengarkan kata hati. Sebab hati adalah tempat terdekat untuk kita bertanya.
Suara hati juga biasanya akan memberikan sinyal, apabila yang dilakukan itu salah.
Maka dari itu, luangkan kesempatan mendengarkan hati dan memahami perasaan supaya kesehatan emosi dan fisik terjaga.
Hasil Penelitian
Penelitian tentang dampak stres terhadap orak sudah dilakukan oleh sekelompok peneliti dari Harvard Medical School di Boston, Massachusetts.
Di dalam studinya mereka melibatkan 2.000 orang usia setengah baya, yang mengikuti studi selama delapan tahun.
Mereka yang ikut percobaan juga mengikuti ujian psikologis, ujian ingatan, serta ujian kemampuan berpikir sebelum studi dilaksanakan.
Selain itu peneliti juga mengambil contoh darah dari mereka untuk mengukur kadar hormon kortisol. Kortisol merupakan hormon yang kerap diasosiasikan dengan stres.
Hasil penelitian menunjukkan, orang yang mempunyai kadar kortisol tinggi dalam darah, hasil ujian ingatannya tidak sebaik orang-orang yang kadar kortisolnya digolongkan normal.