Hukum, SAKATA.ID: Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI telah mengeluarkan pernyataan terkait boikot penyanyi dangdut Saipul Jamil di televisi dan Youtube.
Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi menyampaikan aturan yang ada dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran atau P3SPS.
Bahwa di dalam P3SPS ini tidak ada aturan mengenai larangan terkait terpidana maupun mantan narapidana tampil di publik lewat siaran nasional.
Menurutnya, baik pelaku pelecehan seksual maupun tindakan asusila apa pun tak diatur secara spesifik.
Mulyo justru berharap kepada pihak stasiun televisi lebih peka terhadap sentimen publik.
Serta lebih bijak untuk memutuskan tidak memberi panggung kepada Saipul Jamil atau pelaku pelecehan seksual lainnya.
Dari pihak TV yang harus memiliki sikap bijak. Karena kemungkinan, sentimen publik akan mempengaruhi penerimaan program yang diampu TV.
Mulyo juga menegaskan, Komisi Penyiaran Indonesia berharap pelaku yang pernah dihukum podana selayaknya tidak menjadi contoh.
Sehingga, dengan begiru publik pun tidak mengulang dan meniru kesalahan yang pernah dilakukan publik figur itu.
Setiap hukuman dimaksudkan adalah untuk memberi efek jera dan tidak diulang serta ditiru oleh publik.
Permasalahan terkait boikot Saipul Jamil ini mendapat tanggapan dari Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Bobby Adhityo Rizaldi.
Ia mewanti-wanti Komisi Penyiaran Indonesia andaikata kemunculan Saipul Jamil di televisi bisa meresahkan penonton.
Menurutnya, DPR RI memastikan negara memiliki instrumen untuk berfungsi, untuk melakukan pengawasan dalam hal ini, yaitu KPI, yang juga dijabat oleh representasi publik.
Pedoman siar untuk televisi dan radio, kata dia, diatur P3SPS. Kiranya ada tayangan yang dianggap publik tidak pantas, bisa dilaporkan langsung ke KPI.
Dia juga mengatakan bahwa sebenarnya tak ada larangan terpidana tampil di televisi. Termasuk Saipul Jamil. Namun, Komisi Penyiaran Indonesia harus bisa menangkap keresahan publik.
Saipul Jamil bebas dari penjara secara murni pada tanggal 2 September 2021, muncul petisi di change.org yang sampai saat ini sudah ditandatangani lebih dari 200 ribu warganet.