Nasional, Sakata.id: Dalam sepekan terakhir ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,5 persen dari 6.065 menjadi 6.095.
Pasalnya, investor asing tercatat telah melakukan pembelian bersih senilai Rp 2,66 triliun pada minggu lalu.
“Kami memproyeksikan Indeks ini bakal menguat pada pekan ini dengan target di rentang level 6.150-6.190, sempat menyentuh level 6.134 pada minggu lalu,” kata Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo.
Dirinya optimis indeks bakal melanjutkan penguatan dikarenakan beberapa sentimen.
Beberapa hal tersebut adalah pertama, melempemnya kinerja dolar AS terhadap mata uang garuda.
Data Inflasi AS Bakal Menekan Kinerja Dolar
Dikatakan Lucky, tingginya data inflasi AS bakal menekan kinerja dolar Amerika Serikat. Pasalnya, inflasi tersebut akan berpengaruh pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Negeri Paman Sam. Karena mayoritas harga barang bakal sulit dijangkau.
Dalam penguatan rupiah, sambung ia, menjadi sentimen positif bagi kinerja IHSG.
“Perlu diketahui, nilai tukar rupiah pada hari Jumat (11/6/2021) berada di posisi Rp 14.189 per dolar AS pada perdagangan pasar spot,” ujarnya.
Oleh karena itu, posisi tersebut menguat menjadi 0,41 persen dibandingkan level sebelumnya.
Berbeda halnya dengan kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta, Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp 14.206 per dolar AS, atau menguat dibandingkan posisi hari sebelumnya mencapai Rp 14.240.
Sementara itu, inflasi Amerika pada bulan Mei 2021 mencetak rekor tertinggi sejak 2008 lalu usai meroket 5 persen jika dibandingkan dengan inflasi periode yang sama di tahun lalu. Secara bulanan, inflasi tercatat naik 0,6 persen.
Dituturkan Biro Statistik Tenaga Kerja AS, di luar harga makanan dan energi atau dua komponen yang paling volatile, inflasi tercatat sebesar 3,8 persen atau inflasi tertinggi sejak Juni 1992.
Alhasil, tingginya angka inflasi dapat menyebabkan koreksi kinerja dolar AS terhadap rupiah, jadi sentimen inflasi seharusnya positif untuk kinerja rupiah.
“Sentimen penopang lainnya adalah rilis suku bunga The Fed yang bakal diumumkan pada pertengahan pekan ini,” jelasnya, Senin (14/6/2021).
Bank Sentral AS Akan Menahan Acuan Suku Bunga
Pihaknya memproyeksikan bank sentral Amerika Serikat masih akan menahan acuan suku bunga di level 0,25 persen atau tidak berubah pada tahun ini.
Menurut ia, The Fed belum akan menaikkan suku bunga acuan karena Presiden Joe Biden masih relatif baru di jabatannya.
Oleh sebab itu, pasar berspekulasi The Fed belum berani membuat ‘guncangan’ di pasar modal karena usia pemerintahan Biden masih belum genap setahun.
Seluruh cara akan dilakukan Jerome Powell dan kawan-kawan untuk meredam volatilitas pasar, termasuk menahan suku bunga.
“Pelaku pasar, trader, dan investor memiliki pandangan kalau belum ada perubahan yang akan diambil bank sentral AS karena Joe Biden baru menjabat jadi Presiden,” tuturnya.
Dalam pekan ini, ia merekomendasikan untuk membeli beberapa saham yang memiliki diversifikasi usaha.
“Kami yakin, dengan optimisme pertumbuhan ekonomi di zona positif pada kuartal II mendatang, saham-saham yang memiliki diversifikasi usaha lah yang bakal diapresiasi pasar,” ucap Lucky.
PT Astra International Tbk (ASII) salah satu contoh saham yang telah ia rekomendasikan. Karena perusahaan itu telah memiliki berbagai macam anak usaha dalam bidang perkebunan, pertambangan, hingga otomotif.
Pihaknya mengaku ASII mampu menguat ke level 5.550 usai ditutup pada level 5.275 pada Jumat (11/6/2021) beberapa hari lalu.
Tidak hanya itu, Lucky pun telah merekomendasikan investor melirik saham sektor perbankan. Dikarenakan, bergairahnya saham perbankan biasanya menjadi salah satu tanda bahwa perekonomian bakal mulai pulih.
Dalam sektor tersebut, pihaknya merekomendasikan saham BBRI dengan target 4.600 dan BMRI dengan target 6.651.
“Seminggu terakhir ini, saham perbankan berpotensi menguat 3 persen hingga 6 persen,” kata Lucky.
Selain itu, untuk saham berkapitalisasi kecil, dirinya menilai saham PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk atau Alfamart (AMRT) menarik untuk dipantau. Ia memasang harga target di posisi 1.275 pada pekan ini.
Selalu Mewaspadai Kenaikan Kasus Positif Covid-19
Sementara itu, Analis dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya mengingatkan untuk selalu mewaspadai kenaikan kasus positif covid-19.
Menurut Hariyanto, dalam beberapa hari terakhir ini, kasus covid-19 harian mencapai level 7.000-an kasus per hari.
Hal tersebut merupakan imbas dari libur lebaran pada bulan Mei lalu.
Pihaknya menyebut masuknya kasus varian baru dari Inggris, India, dan Afrika Selatan yang lebih berbahaya ke Indonesia bakal menjadi wildcard atau penentu dari pemulihan ekonomi.
“Perkiraan kami, kenaikan ini bakal berlangsung selama dua minggu sampai sebulan usai libur hari raya Idul Fitri. Tetapi, kasus terdampaknya tidak setinggi angka pada kuartal I 2021,” jelas dia.
Berdasarkan catatan dari Purchasing Managers’ Index (PMI) pada Mei lalu yang kembali mencetak rekor menunjukkan adanya ekspansi di industri manufaktur. Pada Mei lalu, PMI dilaporkan mencapai 54,6.
Dengan adanya tren itu, ia menilai harga komoditas, terutama logam, bakal terus melonjak karena ditopang permintaan dunia, khususnya AS dan China.
Perubahan perhitungan bobot saham, lanjut Hariyanto, oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dari metode rata-rata tertimbang atas kapitalisasi pasar (market capitalization weighting) menjadi free float dalam bakal mengubah susunan portofolio investor besar.
Ia menilai, saham-saham yang bakal diuntungkan dari pembobotan ulang indeks adalah BANK, BBRI, ASII, BRIS, dan TLKM.
Berbeda halnya dengan beberapa saham yang bakal dirugikan seperti, BYAN, TPIA, HMSP, UNVR, dan BBCA
Alhasil, pada pekan ini pihaknya merekomendasikan saham BBNI, BBRI, MAIN, JPFA, SIMP, INDF, INCO, dan ANTM.