Regional, CIAMIS:– Kriteria rumah layak huni belum banyak diketahui masyarakat di Indonesia termasuk Ciamis. Padahal mengetahui kriteria hunian yang layak sangat penting. Bagaimanapun rumah sebagai tempat tinggal, harus bisa dipastikan keamanan, kenyamanan, kesehatan, dan fasilitas dasarnya.
Kepala Bidang Perumahan Kawasan Permukiman Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPRKPLH), Aries Taufik Abadi memberi bocoran kriteria rumah layak huni yang bisa dijadikan bekal pada saat menentukan membeli atau membangun rumah.
Hunian yang layak tidak hanya dilihat dari kemegahan penampilan rumah itu. Ada hal hal lain yang perlu diperhatikan.
Berikut kriteria rumah layak huni yang wajib kamu tahu:
- Kekuatan Rumah : Kontruksi rumah harus bisa dipastikan berkualitas baik minimal memenuhi standar keamanan. Atap tidak mudah bocor, dinding tidak rapuh dan kwalitas bangunan lainnya harus kuat.
- Luas Rumah : Luas rumah harus diperhitungkan dengan berapa orang yang akan tinggal di rumah itu. Idealnya 1 orang tinggal di ukuran 9 meter persegi.
- Kenyamanan dan Kesehatan: Aspek ini sangat penting. Apalah artinya rumah yang kuat dan luas, jika tidak memperhatikan aspek kenyamanan dan kesehatan. Fasilitas seperti sanitasi dan jaringan air bersih harus tersedia. Pencahayaan yang masuk ke dalam rumah serta pentilasi udara juga harus ideal.
Tiga poin ini bisa jadi acuan saat kita akan membeli rumah sesuai kriteria rumah layak huni. Dari tiga aspek di atas harus dipastikan keseluruhannya sudah terpenuhi. Apalagi jika kita hendak membeli rumah yang sudah jadi. Harus benar-benar cermat.
Berapa Rumah yang Belum Memenuhi Kriteria Rumah Layak Huni di Ciamis?
Merujuk pada hasil survei atau kajian tahun 2012 rumah tidak layak huni di Kabupaten Ciamis lumayan banyak, sekitar 40 ribu. Namun pendataan terbaru diakui Aries Taufik belum rampung.
Pendataan baru berjalan di beberapa kecamatan dari 27 kecamatan yang ada di Kabupaten Ciamis.
“Tapi itu kan kajian di tahun 2012. Kalau setiap tahun rata-rata sekitar 1000 ditingkatkan kualitasnya melalui berbagai program rehab di berbagai instansi, termasuk Baznas dan Dinas Sosial, pasti sudah berkurang jumlahnya,” kata Aries.
DPRKPLH Ciamis sendiri tahun ini mencatat ada 1401 program peningkatan kualitas rumah swadaya menjadi layak huni yang sudah di SK-kan.
Program itu bersumber dari DAK, Provinsi dan APBN. “Kalau keinginan kami paling tidak dua ribu rumah pertahun bisa ditingkatkan kwalitasnya menjadi layak huni,” kata Aries.
DPRKPLH Ciamis juga sudah melakukan upaya kolaborasi dengan para agniya, desa, dan semua elemen dengan membentuk Komunitas Pemerhati Rumah Tidak Layak Huni.
Perlu diketahui program peningkatan kualitas rumah swadaya, sasarannya adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Bukan masyarakat ketegori tidak mampu.
Untuk yang kategori tidak mampu ada program serupa di instansi lain seperti Badan Amil Zakat Nasional dan Dinas Sosial. Bahkan ada juga program rehab rumah yang menjadi kewenangan BPBD yang berkaitan dengan dampak bencana.
Histori Rumah Layak Huni
Siapakah tokoh dibalik gagasan diperlukannya hunian layak bagi masyarakat di Indonesia?. Terciptanya kebutuhan rumah layak huni bagi masyarakat merupakan cita-cita Wakil Presiden Mohamad Hatta. Tak heran jika Bung Hatta dijuluki Bapak Perumahan Indonesia.
Hak mendapatkan rumah layak ditegaskan Hatta pada Kongres Perumahan Rakyat Sehat di Bandung 25-30 Agustus 1950. Momentum itu kemudian menjadi Hari Perumahan Nasional (Hapernas).
Gagasan Wakil Presiden Indonesia pertama itu dilanjutkan oleh pemerintah melalui program sejuta rumah. Hatta menegaskan betapa pentingnya pemenuhan hunian yang layak bagi masyarakat.
Kementrian PUPR di periode 2020-2024 pada RPJMN menargetkan pencapaian hunian layak diangka 70% dari sebelumnya 56,75%. Sebanyak 287 ribu unit pembiayaan perumahan jadi target Kementrian PUPR.
Pada laman Okezone, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan untuk dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memiliki rumah yang layak, nyaman dan sehat, pihaknya berkomitmen memberi hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah.*(Deni).