Politika, Tasikmalaya: Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Tasikmalaya belum lama ini meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor, Asep Abdul Rofik menilai raihan WTP merupakan ajang publikasi pencitraan bersih bagi Pemkab Tasikmalaya, padahal predikat tersebut tidak menjamin terbebas dari skandal praktik korupsi.
“Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga audit negara selain bertugas dan berwenang memeriksa laporan keuangan negara. BPK harus meningkatkan pemeriksaan secara investigatif,” ungkap Asep Abdul Ropik, Senin (28/6/2021).
Menurutnya, dengan meraih opini WTP Pemkab Tasikmalaya tidak menjamin terbebas dari segala praktik korupsi, maka semestinya LHP BPK untuk diketahui publik karena hal tersebut bukan dokumen rahasia negara.
“Kajian kami di LBH Ansor, dengan meraih opini WTP, tidak menjamin tidak adanya praktik korupsi, maka kami berharap BPK selain memeriksa tentu melakukan pemeriksaan secara investigatif,” terangnya.
Sementara itu, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Latifah Mubarokiyah Suryalaya, Endang Syarif mengatakan dengan meraih opini WTP memang harus selaras dengan LHP BPK.
Maka dia berharap, Bupati atau Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya untuk menyampaikan ke publik tentang LHP BPK supaya dievaluasi oleh berbagai kalangan masyarakat.
“Tentunya LHP BPK harus menjadi kajian, kan yang menerima LHP BPK itu diantaranya Bupati dan Ketua DPRD dan tentu alangkah lebih baiknya disampaikan ke publik. Lebih jauhnya terhadap para wakil rakyat diharapkan lebih serius dalam mengawasi dan mengevaluasi khususnya tentang LHP BPK,” ujarnya.
Mengenai LHP BPK, Transparency Institute (TI) meminta pihak legislatif untuk terbuka karena hal tersebut bukan merupakan dokumen rahasia negara dan publik berhak untuk mengetahuinya.
“Kami akan melayangkan surat kepada Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya mengenai LHP BPK, biar tahu juga masalah Dinas Kesehatan tentang pengembalian insentif nakes,” jelasnya.