Nasional, SAKATA.ID : Banyak strategi yang sudah dilakukan Pemerintah Indonesia dalam memberantas kemiskinan. Tetapi kenapa Indonesia, tidak mencetak uang lebih banyak melalui Bank Indonesia untuk menekan jumlah warga miskin.
Pertanyaan itu banyak diungkapkan orang. Seperti yang diutarakan Mira Safira di dalam akun media sosialnya. Kenapa Bank Indonesia tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk membantu perekonomian warga miskin.
Jumlah Warga Miskin
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah kemisikinan di Indonesia ada di angka 9,22 persen di akhir 2019 lalu. Artinya, ada sekitar 25 juta masyarakat Indonesia berada di bawah garis kemiskinan.
Apalagi saat ini ekonomi masyarakat Indonesia sedang amburadul di tengah terjangan Pandemi Covid-19. Mencetak uang yang lebih banyak juga sudah dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed).
Lalu, kenapa Indonesia juga tidak melakukan hal yang sama. Apalagi, Indonesia memiliki jumlah warga miskin lebih banyak ketimbang AS.
Tetapi ternyata, dalam memberantas kemiskinan tidak lah semudah itu. Mantan Menteri Keuangan Republik Indonesia Chatib Basri menjelaskan hal itu.
Menurutnya, apabila Bank Indonesia mencetak rupiah dengan jumlah berlebih akan menimbulkan inflasi tinggi. Karena jumlah uang yang tersedia akan lebih besar dari produksi.
Permintaan akan semakin banyak sementara kemampuan produksi tidak sepadan dan belum berjalan dengan baik. Meskipun Indonesia mempunyai ruang untuk mencetak lebih banyak rupiah namun produksi tidak sejalan bahkan saat ini sedang turun.
Meskipun, kata dia, dilihat dari segi regulasi pencetakan uang berlebih bisa dilakukan Bank Indonesia. Permasalahannya bukan dari peraturan.
Lantaran peraturan bisa saja diubah. Dia mencontohkan ketika ekonomi diterpa badai pandemi Covid-19 ini, Bank Indonesia membeli surat utang Pemerintah di pasar perdana.
Padahal di dalam undang-undang sebelumnya Bank Indonesia tidak diperbolehkan membeli surat berharga negara dari pasar perdana.
Lantaran Pemerintah mengeluarkan peraturan baru, yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, Bank Indonesia menjadi dapat membeli surat utang Pemerintah dari pasar perdana.
Bahkan, kata dia, dengan adanya Perppu itu Pemerintah menjadi boleh memiliki defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di atas 3%. Meskipun di dalam Undang-Undang Keuangan negara hal itu dilarang.
Beda dengan Dolar
Kemudian jika melihat kebijakan yang dikeluarkan The Fed, ujarnya, wajar. Apabila AS mencetak dolar lebih banyak akan tetap stabil bahkan mungkin sangat menguntungkan karena yang memakai dolar itu di seluruh dunia.
Bahkan, seluruh aktivitas ekonomi internasional itu menggunakan dolar AS. Jadi permintaannya tinggi. Penggunaan dolar tidak hanya dilakukan di dalam AS.
Maka dari itu, jumlah antara dolar yang tersedia di pasar dan barang menjadi tetap seimbang walaupun AS mencetak dolar lebih banyak.
Itu menjadi strategi jitu untuk AS. Jauh berbeda keadaannya dengan Rupiah Indonesia.
Jadi bukanlah jalan yang baik apabila memberantas kemiskinan dengan cara mencetak uang berlebih.