Ragam, SAKATA.ID: Pernah mendengar ‘Havruta’ atau Chavruta? Sebagian Anda mungkin tidak asing lagi dengan metode debat atau metode belajar satu ini.
Metode ini adalah teknik yang dinilai sangat efektif untuk memperluas pengetahuan. Berasal dari bangsa Yahudi.
Penulis buku ‘Bicara itu Ada Seninya’, Oh Su Hyang menyebut metode Havruta adalah salah satu faktor bangsa Yahudi bisa menguasai dunia.
Oh Su Hyang mengungkap sebuah data yang diperolehnya bahwa sebanyak 25% mahasiswa Ivy League Amerika dan 30% mahasiswa Universitas Harvard adalah Yahudi.
Terlebih, 22% peraih penghargaan Nobel juga merupakan orang-orang Yahudi.
Hasil yang diperoleh bangsa Yahudi selama ini, tentu saja ada faktor Havruta. Yakni sebuah metode yang membuat manusia terus berpikir dalam diskusi. Sehingga otak mampu mencapai tingkat yang terbaik.
Dikutip vousinstitute, bahwa Chavruta atau Havruta dalam bahasa Aram berasal dari kata haver, yang berarti ‘teman’. Havruta berarti pertemanan, persahabatan, atau juga persekutuan.
Dalam bahasa Inggris, Havruta sendiri berarti fellowship atau companionship. Secara sederhana, dalam bahasa Indonesia adalah persahabatan.
Kekuatan dari hubungan pertemanan, persahabatan, atau dalam metode ini menjadikan pembelajaran efektif dan semakin produktif.
Metode belajar ‘Havruta’ ini, digunakan orang-orang Israel untuk mempelajari Talmud, Torah, atau pun teks bacaan Yahudi lainnya.
Jadi, cara pembelajarannya di sini, tidak pernah dilakukan oleh seorang diri. Melainkan selalu dilakukan di dalam bentuk pasangan dari beberapa murid.
Dalam metode ini, bukan hanya pembelajaran akademik saja yang diperhatikan. Namun juga pembelajaran dalam hubungan pertemanan itu sendiri.
Ada proses atau kegiatan berdebat dalam metode Havruta. Sekelompok orang saling menyampaikan pendapatnya tentang sebuah topik atau masalah. Tentu saja mereka membuktikan kebenaran pemikirannya.
Seperti diketahui, dalam suatu perdebatan memang harus ada beberapa pendapat. Jika tidak ada pendapat, berarti bukan debat. Tapi hanya mengajar.
Pihak yang berdebat mesti memberikan argumen berikut dengan alasannya mengapa ia berargumen demikian.
Jadi tidak hanya memberikan argumen namun tidak disertai dengan penjelasan maupun alasan yang runtut, terstruktur, dan sistematis.
Maka argumentasi yang dikeluarkan Havruta itu bisa dikatakan kuat dan tidak mudah untuk dipatahkan.
Biasanya, hasil dari keberhasilan Havruta ini diukur dari bagaimana cara pasangan murid mampu mempraktikkan pemahamannya di kehidupan nyata.
Materi teori yang dipelajari harus menjadi praktik nyata. Sehingga pemahaman pada suatu teori sangat mendalam.
Pemilik Facebook Tiru Metode Belajar ‘Havruta’
Ada alasan penting yang membuat Facebook bisa menjadi aplikasi raksasa di dunia. Mereka meniru Havruta.
Adalah dengan membudayakan diskusi dan berdebat sebagai penggerak pertumbuhan perusahaan.
Hasil dari usaha para pemilik dan pekerja di Facebook ini membuahkan sebuah konsep bernama Hackathon.
Hackathon merupakan kata gabungan dari hacking dan marathon. Ini bermakna ‘diskusi akhir’. Kegunaannya untuk mendobrak pemikiran yang ada dan menciptakan nilai-nilai baru.
Hackathon dicetuskan oleh Mark Elliot Zuckerberg. Ia adalah pendiri Facebook. Sudah diketahui bersama bahwa dia adalah seorang Yahudi.
Melalui Hackathon itu, Facebook mendapatkan ide cemerlang dari para developer yang berkumpul dan memberikan kemampuannya.
Sehingga perusahaan Facebook bisa menjadi sekuat sekarang. Facebook mampu menjadi salah satu aplikasi yang paling banyak digunakan umat manusia.
Oh Su Hyang mengungkapkan sebuah pengakuan yang menarik dari bangsa Yahudi. Mereka berhasil memimpin dunia karena debat.
Sesungguhnya, tidak selamanya berdebat buruk. Sudah dibuktikan dengan debatnya bangsa Yahudi dalam metode belajar ‘Havruta’. Mereka bisa menguasai dunia.
Berdebat yang tidak baik itu, debat yang mengeraskan urat leher. Kemudian berucap hinaan. Dan tanpa ada pengamalan dalam kehidupan nyata.