Hukum, SAKATA.ID: Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia telah memutuskan bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 nanti akan tetap dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional terbuka.
Keputusan ini diambil pada sidang yang berlangsung pada Kamis (15/6/2023) sejak pukul 09.00 WIB.
Dalam sidang gugatan dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 ini hanya dihadiri oleh delapan Hakim Konstitusi.
Tampaknya, sidang itu tak dihadiri Hakim Wahiduddin Adams. Juru bicara MK, Fajar Laksono menyampaikan, hakim Wahiduddin berada di luar negeri. Ia sedang bertugas.
Di sidang ini, Ketua MK Anwar Usman didampingi tujuh hakim konstitusi lain menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Dengan begitu, gugatan untuk mengganti sistem pemilu legislatif sebagaimana dimohonkan dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022 tak terkabul.
Dan pemilu legislatif (Pileg) yang diterapkan, sejauh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah. Pada tahun 2024 nanti, Pemilu tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang telah diberlakukan sejak 2004 silam.
Dasar Penolakan MK dan Tetap Berlaku Sistem Proporsional Terbuka
Salah satu kesimpulan yang menjadi dasar penolakan itu Mahkamah mempertimbangkan implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022, yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022.
Para pemohon menggugat sejumlah pasal di Undang-Undang Pemilu itu yang bertumpu pada Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu legislatif proporsional daftar calon terbuka.
Gugatan terhadap sistem proporsional terbuka diajukan oleh sejumlah individu yang menganggap sistem pemilu proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi.
Salah satu yang mendasari gugatan itu adalah, pada Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. UUD menerangkan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Yakni dipilih dalam pemilu. Di mana pesertanya adalah partai politik.
Ada enam pemohon yang terdaftae, yakni Demas Brian Wicaksono. Diketahui, ia merupakan kader PDI Perjuangan. Lalu ada nama Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Keenam individu ini meminta MK untuk mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.