Regional, Banjar: Guna menciptakan sinergitas dan harmonisasi antara pengusaha dan pekerja, perlu adanya kesadaran tentang undang-undang ketenagakerjaan.
Hal tersebut disampaikan Wakil Walikota Banjar, saat menghadiri acara sosialisasi kesadaran hukum ketenagakerjaan yang diselenggarakan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Banjar, di Aula Disnaker Kota Banjar.
Wakil Walikota Banjar Nana Suryana mengatakan, pemerintah sudah mengatur mekanisme hukum ketenagakerjaan lewat Undang-undang.
Menurutnya, Seluruh peraturan yang sudah dibuat, sudah seharusnya dilaksanakan oleh tripartit (pengusaha, buruh, dan pemerintah daerah).
“Negara sudah mengatur ketenagakerjaan lewat Undang-undang, hal itu bertujuan mewujudkan sinergitas dan harmonisasi antara pekerja dan pengusaha, seharusnya dibangun simbiosis mutualisme,” ujarnya.
Dirinya mengaku sering terjadi beberapa keributan yang terjadi dalam tripartit, padahal menurutnya baik pengusaha dengan pekerja hakikatnya adalah mitra.
Keributan yang terjadi, lanjut Nana, dikarenakan aturan yang telah dibentuk oleh pemerintah tidak dijalankan dengan semestinya.
“Negara sudah mengatur lewat UU, namun implementasi di lapangan seringkali banyak hal yang diabaikan,” imbuhnya.
Ditanya perihal permasalahan yang terjadi di PT. APL, dirinya selaku wakil walikota merasa tidak terima, jika apa yang menjadi hak warganya tidak diberikan oleh perusahaan.
Pemkot akan menelusuri kebenaran berdasarkan fakta. Terkait status pekerja borongan yang saat ini dibuka APL, Nana mengaku sangat aneh disaat perusahaan tersebut menghentikan status karyawan kontrak namun masih membuka lowongan dengan status borongan.
“Kenapa disaat perusahaan mem-PHK pekerja kontrak, tapi masih menerima pekerja lagi dengan dalam bentuk borongan. Yang berarti, memberhentikan tetapi masih masuk, bedanya upahnya kan jomplang,” terang Nana.
Nana melihat dari draft yang disodorkan pihak perusahaan kepada disnaker, ada pekerja yang hanya mendapat upah 100 ribu per minggu, dengan upah yang dirasa sangat minim tersebut tentunya tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
“Dalam seminggu ada yang mendapatkan upah Rp 100 ribu, berarti sebulan hanya 400 ribu, dengan upah segitu layakkah hidup?. Hal itu tidak sesuai dengan visi misi Kota Banjar, dimana menciptakan pemerintahan yang bersih dan mensejahterakan warganya,” tegasnya.