Internasional, SAKATA.ID : Sejak Rabu (30/9/2020) media sosial ramai dengan tanda pagar (tagar) Vanuatu. Dalam tagar itu netizen Indonesia mengomentari tentang negara kepulauan di Samudera Pasifik itu.
Namun sayangnya lebih banyak komentar yang bernada penghinaan budaya, rasis, ketimbang sebuah komentar yang bernada kritik membangun.
Sebuah kolom komentar Instagram pariwisata juga dipenuhi dengan serangan Netizen Indonesia. Mereka beramai-ramai mengomentari setiap postingan Instagram pariwisata Vanuatu. Hingga akun tersebut menutup kolom komentarnya.
Sayangnya, serangan netizen Indonesia dalam bentuk rasis, penghinaan budaya, hingga pengutukan.
Seperti di dalam salah satu postingan yang memperlihatkan pramugari maskapai Vanuatu. Netizen Indonesia beramai-ramai meledek awak pesawat itu.
Salah satu akun, @rais_syabani contohnya, dia menuliskan kalimat “Udah makeup-an tetep aja dekil,”.
Tentu saja hal itu merupakan bentuk perkataan yang kurang terpuji.
Netizen Indonesia lainnya, @donny_s_santoso menuliskan, bagaimana mungkin negara primitif ini (menurut saya tidak terlihat seperti negara) berbicara tentang negara lain mengenai hak asasi manusia di Sidang PBB.
Komentar-komentar yang merendahkan Vanuatu itu mendapat tanggapan dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia.
Meskipun, Kemenlu awalnya tidak mengetahui ada serangan maya dari netizen Indonesia ke media sosial Vanuatu.
Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizsyah sangat menyayangkan jika benar serangan bernada rasis dan merendahkan negara lain itu terjadi.
Kalau memang ternyata benar, katanya, ada serangan netizen yang berlebihan dan tidak proporsional, ada baiknya dihentikan.
Dia menegaskan bahwa perilaku netizen Indonesia di media sosial tidak dapat dikekang.
Semua perbuatan yang mereka lakukan di kolom komentar Instagram Vanuatu akan berpulang pada kedewasaan masing-masing.
Media sosial apa bisa dikekang?, tegasnya, dalam berkomentar akan berpulang pada kedewasaan masing-masing.
Namun, lanjut dia, pihaknya percaya bahwa mayoritas bangsa Indonesia antirasialisme. Karena Indonesia adalah bangsa yang pluralistik.
Dia menegaskan bahwa Bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang mempersoalkan perbedaan ras. Lantaran latar belakang Indonesia yang juga kaya akan hal tersebut.
Untuk itu, ajaknya, sebagai bangsa yang hebat, mari tunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi keberagaman.
Seperti diketahui, komentar Netizin Indonesia yang bersifat rasial itu dipicu tudingan Vanuatu atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan Indonesia terhadap warga Papua pada Sidang Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Atas tudingan itu, Pemerintah Indonesia lantas meresponnya. Seorang diplomat muda Silvany Austin Pasaribu yang mewakili Indonesia menyampaikan hak jawab di Sidang Umum PBB.
Silvany menegaskan bahwa Vanuatu bukanlah perwakilan warga Papua. Vanuatu bukanlah representasi dari orang Papua. Berhentilah berfantasi untuk menjadi salah satunya.