Desa Membangun agar Indonesia Maju

Opini, SAKATA.ID: Presiden Jokowi bersama sejumlah menteri hadir dalam Silaturahmi Nasional Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia Tahun 2022, di Istora Senayan, Jakarta (29/3/2022). Silaturahmi yang diikuti ribuan kepala desa dari berbagai penjuru Tanah Air ini meneguhkan semangat desa membangun untuk menggapai Indonesia maju.

Desa adalah wilayah administratif terbawah dari struktur pemerintahan yang ada di Republik Indonesia. Desa diatur oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menjadi turunan dan rujukan dari komitmen desa membangun dari pinggiran.

Bacaan Lainnya

Sudah dibentuk Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Juga telah dialokasikan Dana Desa yang pada periode 2015-2021 mencapai Rp.400,68 triliun. Suatu jumlah yang siginifikan untuk melaksanakan pembangunan di desa.

Desa dan perdesaan merupakan wilayah sosial-budaya masyarakat yang hidup didasarkan pada sejarah dan konteks adat istiadat yang beragam. Masyarakat desa menjadi cermin dari struktur ekonomi-politiknya.

Menurut kajian sosio-antropologis desa bisa berupa realitas sosial di pedesaan, dan juga struktur sosial di pedesaan.

Posisi Desa


Perlu digali posisi desa dalam reforma agraria dan apa saja masalah-masalah pokok agraria yang ada di desa. Prinsipnya, reforma agraria merupakan agenda bangsa yang dilaksanakan di desa. Desa merupakan bagian dari bangunan masyarakat bangsa dan negara Indonesia. Sumber kekuatan ekonomi nasional berbasis pertanian, perkebunan, kehutanan dan peternakan.

Desa menjadi penyumbang pertumbuhan tenaga kerja nasional. Desa juga menjadi lokasi bagi distribusi dari hasil produksi nasional.

Kelemahan utama desa dan pedesaan selama ini adalah pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Desa menjadi fondasi sosial dan ekologi dari pelaksanaan reforma agraria.

Menurut para ahli, sebagaimana dalam situs fisipol.uma.ac.id, selain penyebutannya yang beragam, desa juga didefinisikan dengan beragam pengertian.

Dalam bukunya yang berjudul “Desa” (1953) Sutardjo Kartohadikusumo mendefisinikan desa sebagai suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.

Kemudian dalam buku berjudul “Desa-Kota dan Permasalahannya” (1983), Bintarto, Mantan Guru Besar Fakultas Geografi UGM, menyebut bahwa desa adalah sebuah perwujudan geografis (wilayah) yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis sosial, ekonomi, politik, dan kultural dalam hubungan dan pengaruh timbal baliknya dengan daerah-daerah lain di sekitarnya.

Selain pengertian tersebut, definisi desa juga disebutkan dalam “Encyclopaedia Britannica” (2015), sebagai komunitas yang tidak terlalu padat penduduk, dengan kegiatan ekonomi utama berupa produksi pangan dan bahan-bahan mentah.

Ciri-ciri desa yang membedakannya denga kota, seperti dalam situs fisipol.uma.ac.id: Pertama, masyarakat di desa konon sangat dekat dengan alam. Semua pekerjaan yang dilakukan umumnya bersifat homogen dan bergantung pada iklim dan cuaca. Oleh karenanya, wajar bila mayoritas penduduk desa bekerja di sektor pertanian, peternakan, atau perikanan. 

Kedua, ikatan kekeluargaan masyarakat di desa lebih kuat daripada penduduk di wilayah lainnya. Maka tak heran, jika komunikasi yang dilakukan antar masyarakat pun lebih personal sehingga saling mengenal satu sama lain. 

Ketiga, selain itu, desa juga memiliki solidaritas masyarakat yang kuat. Hal ini terjadi karena rata-rata penduduk desa memiliki kesamaan ekonomi, budaya, dan tujuan hidup. 

Keempat, kepadatan penduduk di desa tergolong rendah, sehingga rasio antara luas wilayah penduduknya pun kecil. Buktinya dengan mengamati jarak rumah satu dengan lainnya. Atau, bisa juga diketahui dari banyaknya rumah di pedesaan yang masih memiliki pekarangan luas.

Kelima, mobilitas di desa cenderung lebih rendah daripada wilayah lainnya. Pasalnya, rata-rata penduduk desa jarang bepergian. 

Pengaturan Desa


Menurut UU No. 6/2014 tentang Desa, Pasal 1 Ayat 1, pengertian desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.

Tujuan pengaturan desa berdasarkan UU 6/2014 adalah:
(1) memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(2) memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
(3) melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;
(4) mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama.
Selanjutnya,
(5) membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
(6) meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
(7) meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
(8) memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan
(9) memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

Posisi desa dalam reforma agraria adalah sebagai program prioritas negara yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama rakyat di desa. Masyarakat di desa sebagai subyek utama dari reforma agraria. Rakyat harus berorganisasi untuk bisa terlibat dalam reforma agraria.

Pemerintah harus mengakomodir masyarakat dalam reforma agraria. Pemerintah desa harus mengerti dan mendukung pelaksanaan reforma agraria di wilayah desanya.

Desa dan Reforma Agraria


Tujuan reforma agraria merujuk Perpres 86/2018 tentang Reforma Agraria, meliputi: (1) mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka menciptakan keadilan; (2) menangani sengketa dan konflik agraria; (3) menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria melalui pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; (4) menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan; (5) memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi; (6) meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; dan (7) memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.

Agenda reforma agraria, merujuk Rencana Kerja Pemerintah, mencakup: (1) Penguatan kebijakan dan penyelesaian konflik agraria, (2) Penataan pemilikan dan penguasaan tanah atau redistribusi, (3) Penguatan hak rakyat atas tanah atau legalisasi, (4) Pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan (5) Pembentukan dan penguatan kelembagaan reforma agraria.

Sedangkan perhutanan sosial yang dilaksanakan pemerintah meliputi lima skema, yakni: (1) Hutan Tanaman Rakyat atau HTR, (2) Hutan Kemasyarakatan atau HKm, (3) Kemitraan Kehutanan atau KK, (4) Hutan Desa atau HD, dan (5) Hutan Adat atau HA.

Kesemua konsep kebijakan dan program serta kegiatan pembangunan yang terkait reforma agraria ini mutlak membutuhkan peran aktif dari pemerintah dan masyarakat desa. Secara sosio-antropologis desa menjadi kekuatan kunci yang penting dari pembangunan dan dalam reforma agraria di Indonesia.

Masyarakat desa perlu terus meningkatkan pemahaman mengenai posisi dan kemampuannya agar dapat berperan lebih kuat dalam pembangunan nasional.

Pemerintah desa perlu mengembangkan berbagai bentuk kegiatan yang meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pembangunan. Para pemuda dan perempuan desa perlu diberi tempat lebih lebar dalam inisiatif desa membangun. Pemerintah, provinsi dan kabupaten perlu menempatkan desa sebagai subyek yang berperan sentral dalam pelaksanaan reforma agraria.

Mengutip lagu Desa karya Iwan Fals (2004), “Desa harus jadi kekuatan ekonomi. Agar warganya tak hijrah ke kota. Sepinya desa adalah modal utama. Untuk bekerja dan mengembangkan diri”.

Semua bekerja sama mewujudkan keadilan agraria sebagai wujud nyata dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika desa maju, Indonesia pun akan maju.

_______

*Usep Setiawan adalah Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Republik Indonesia dan Ketua Dewan Eksekutif IKA Antropologi Universitas Padjadjaran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *