Nasional, SAKATA.ID : Ucapan Selamat Natal dari seorang Muslim, apa sih hukumnya?
Menjelang dan saat 25 Desember tiba, setiap tahunnya selalu muncul polemik.
Yakni, sebuah ucapan Selamat Natal kepada umat Kristiani dari seorang Muslim.
Pro dan kontra muncul di umat Muslim. Sebagian muslim membolehkan mengucapkan selamat Natal.
Tapi sebagian lagi melarangnya.
Muslim yang membolehkan punya dalilnya sendiri. Seraya mengobral ucapan Selamat Natal demi sebuah toleransi.
Begitu juga dengan yang kontra, mereka punya dalil kuat yang tidak membenarkan perilaku tersebut.
SAKATA.ID mengutip artikel yang dibuat Hanni Sofia di kantor berita Antara, Jumat (25/12/2020).
Dari tulisan dia, menjelaskan bahwa berbagai dalil dari pendukung pendapat yang pro dan kontra sejati-nya sama kuatnya.
Sehingga, seharusnya tak perlu dipersoalkan hingga mengundang keributan dan perdebatan tiada henti.
Ia menjelaskan bahwa perbedaan pendapat itu erat kaitannya dengan istinbath al-hukmi.
Jadi, mengulas hukum ucapan selamat natal dari seorang muslim, ada baiknya dengan menggunakan perspektif fiqih. Yang juga dikaitkan dengan akidah dan akhlak.
Lalu ada penjelasan dari Anggota Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tata Septayuda Purnama.
Dia mengatakan, pada dasarnya dalil dari Al-Quran maupun Sunnah secara spesifik tidak mengatur hukum ucapan selamat Natal.
Lantaran dalam Al Quran dan Sunnah tidak disebutkan secara khusus hal soal boleh tidaknya seorang muslim menyampaikan ucapan selamat Natal.
Ia menegaskan bahwa tidak ditemukan di dalam Al Quran maupun Sunnah yang secara tegas menghukuminya.
Jadi kasus ucapan Selamat Natal menjadi bagian yang termasuk dalam kategori Ijtihadi.
Perbedaan pendapat ucapan Selamat Natal juga sebenarnya tidak perlu dibesar-besarkan.
Terlebih dalam hukum asal Islam. Selama memiliki argumentasi (hujjah) yang berdasar, setiap perbedaan merupakan rahmat.
Jalan Tengah
Seorang peneliti studi Islam dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Saiful Aziz al-Bantany juga menjelaskan hal ini.
Menurutnya bahwa berbeda pendapat tentang hukum ucapan selamat Natal hendaknya tidak menjadikan internal umat Islam di Indonesia semakin terpecah.
Menurutnya, apabila memilih sikap untuk membolehkan, harus dipastikan bahwa pembolehan itu demi menjaga kedamaian serta kerukunan antarumat beragama.
Dan dengan tetap menjaga akidah sebagai seorang Muslim.
Jangan sampai, katanya, hanya karena ada saudara yang mengambil sikap mengharamkan, serta merta menjustifikasi ia sebagai orang yang intoleransi.
Juga sebaliknya. Apabila memilih sikap untuk mengharamkan-nya. Harus juga dipastikan bahwa pengharaman tersebut merupakan bentuk ghirah dalam menjaga prinsip akidah umat Islam yang tegas.
Namun tetap menjaga nilai-nilai toleransi antarumat beragama. Hanya saja dengan bentuk yang berbeda.
Jangan sampai, tegas dia, karena ada saudara Muslim yang mengambil sikap membolehkannya, malah bermudah-mudahan dalam menjustifikasi ia sebagai orang kafir.
Menurut dia, selalu ada jalan tengah untuk tetap dapat menyapa mereka yang merayakan Natal dengan santun.
Tanpa harus mengorbankan prinsip akidah. Namun tetap bertoleransi.
Ucapan Menag
Beberapa ucapan yang secara semantik “tidak mengucapkan” selamat Natal di antaranya disampaikan oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas atau akrab disapa Gus Yaqut.
Gus Yaqut menulis seperti ini, Atas nama Pemerintah dan pribadi saya mengucapkan salam dan selamat merayakan Natal 25 Desember 2020.
Dengan begitu, Menag tidak mengucapkan selamat Natal. Melainkan ucapan selamat merayakan Natal.
Sehingga secara semantik atau makna kebahasaan dari tulisan Gus Yaqut itu sangat berbeda.