Politika, SAKATA.ID: Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat di Pulau Jawa dan Bali merupakan bukti ketidakmampuan Pemerintah dalam melaksanakan Undang-Undang Kekarantinaan.
Hal tersebut disampaikan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Galuh Ciamis, Dr Erlan Suwarlan, Minggu (4/7/2021).
Maksud dari PPKM, kata Erlan, adalah memotong penyebaran Covid-19 padahal Pemerintah lebih idealnya menutup seluruh jalur perbatasan dan memberlakukan lockdown total. Namun dengan jaminan kebutuhan masyarakat terpenuhi.
“Terlalu banyak pejabat yang pongah memandang masalah ini. Dulu ada yang terheran-heran ketika angka kematian masih di bawah 500 jiwa. Sekarang sudah seperti ini mau bilang apa. Masyarakat jangan dijadikan ajang permainan,” ungkapnya.
Dia mengatakan, tidak semua masyarakat memiliki kesadaran yang sama terhadap protokol kesehatan (Prokes), bahkan ada yang tidak percaya terhadap Covid-19.
“Belum lagi sejumlah isu lainnya, ekonomi masyarakat juga kembang-kempis, miris masyarakat dibatasi, (tapi) tenaga kerja asing (TKA) Tiongkok jalan terus. Dimana sense of crisis-nya?,” ujar Pria yang gemar main musik ini.
Menurutnya, selama pandemi Covid-19 banyak kebijakan-kebijakan Pemerintah yang tidak masuk dalam nalar. Mulai dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 sampai Undang-Undang Cipta Kerja.
“Kalau mengacu kepada UU Kekarantinaan, hewan peliharaan saja kan dikasih makan. Meski selama ini juga ada bantuan-bantuan kepada banyak lapisan masyarakat. Hanya ini membuktikan bahwa Pemerintah tidak mampu melaksanan UU tersebut (Kekarantinaan),” tegasnya.
Selain itu, dia melanjutkan, komunikasi serta koordinasi antara Pemerintah Daerah dan Pusat dinilai tidak baik. Contohnya, ketika Gubernur DKI Jakarta akan memberlakukan Lockdown tetapi tidak didukung Pemerintah Pusat.
Saat ini Pemerintah malah menetapkan aturan baru mengenai PPKM Darurat yang berlaku mulai 3-20 Juli 2021.
“Indonesia memang tidak sederhana masalahnya, dan telah terjadi ambiguitas serta kegamangan antara menyelamatkan sektor ekonomi atau nyawa manusia,” tuturnya.
Erlan pun menilai bahwa Pemerintah seperti setengah hati dalam menyelesaikan masalah Covid-19. Dan kecenderungannya lebih terpusat untuk menyelamatkan sektor ekonomi, walaupun hutang negara terus membengkak.
“Belum lagi bidang pendidikan. Berpotensi mengalami ketertinggalan yang sangat jauh. Terutama pendidikan usia dini dan pendidikan dasar. Maka dari itu kita semuanya harus struggle dan survival dengan kondisi pandemi saat ini,” tegasnya.
Pihak yang Mendukung PPKM Darurat
Sementara itu, inisiator Majas Institute, Agus Nurdin mengajak masyarakat untuk mendukung Pemerintah dalam kebijakan PPKM Darurat dalam rangka menanggulangi wabah yang penyebarannya semakin cepat meluas.
“Namun Pemerintah dalam kebijakan PPKM Darurat untuk lebih memperhatikan kehidupan masyarakat dalam kebutuhannya dan kompensasinya harus jelas, jangan sampai tidak terpenuhi akhirnya mereka pun tidak mentaati PPKM,” jelasnya.
Gusnur panggilan akrab Agus Nurdin berharap kepada Pemerintah supaya melakukan edukasi yang kemudian bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat.
Sehingga masyarakat dengan sukarela dan tanpa paksaan bisa menerapkan protokol kesehatan.
“Sudah menjadi kewajiban Pemerintah untuk memberikan kesadaran yang berkelanjutan mengenai Prokes serta program yang lebih efektif supaya masyarakat tetap sehat dan Covid-19 berlalu. Memang tidak mudah seperti membalikan telapak tangan, tapi intinya harus serius,” ucapnya.
Gusnur juga mengajak kepada seluruh element masyarakat untuk terus bergerak mensosialisasikan budaya hidup sehat dengan melaksanakan protokol kesehatan sehingga rantai penyebaran Covid-19 segera teratasi.
“Mari kita semua mendukung program Pemerintah (PPKM Darurat) dalam menangani penyebaran Covid-19. Dan tentunya Pemerintah pun harus serius dan tidak setengah hati dalam memutus rantai penyebaran Covid-19. Jamin kehidupan masyarakat dengan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
RS-03