Sosok, SAKATA.ID: Profil Pangeran Diponegoro perlu diketahui oleh warga Indonesia. Ada pepatah mengatakan, negara yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan jasa pahlawannya.
Pangeran Diponegoro adalah salah satu pahlawan yang gencar sekali untuk mengusir Belanda dari tanah air. Indonesia mendapatkan kemerdekaannya bukan lah dari pemberian melainkan dengan perjuangan seluruh rakyat.
Kita yang menerima kemerdekaan dari para pahlawan ini harus tetap menjaganya dan mengenang mereka yang berjuang. Salah satu yang berjuang menghadapi penjajah di tanah Jawa adalah Pangeran Diponegoro.
Profil Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro lahir dari seorang selir bernama R.A Mangkarawati dan ayahnya adalah Gusti Raden Mas Surojo. Beliau dilahirkan di kota Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785.
Ketika lahir nama pangeran Diponegoro adalah Bendara Raden Mas Mustahar. Namun tak berselang lama namanya diganti lagi menjadi Bandara Raden Mas Antawirya. Ia juga memiliki nama islam yaitu Ngabdul Kamid.
Ayahnya kemudian dilantik menjadi raja dan diberi julukan Hamengkubuwana III. Hal itu juga membuat pangeran Diponegoro berubah nama lagi menjadi Harya Dipanegara.
Pangeran Diponegoro pernah menolak perintah ayah yang seorang raja untuk menggantikannya. Namun Beliau menolak karena status ibunya yang selir, bukan permaisuri dari raja.
Pangeran Diponegoro dikenal sangat cerdas dan rajin di mata orang-orang yang melihatnya. Ia pun menjadi seorang ahli di bidang hukum Jawa-Islam.
Fakta Menarik Pangeran Diponegoro
Profil Pangeran Diponegoro ada yang menarik, dan jauh dari bayangan kita. Mungkin bayangan kita Beliau itu galak, karena panglima perang padahal berkebalikkannya.
Pangeran Diponegoro sangat menyukai sirih dan rokok merek Sigaret Jawa yang dilinting tangan langsung. Beliau juga dikenal suka mengumpulkan emas dan juga berkebun, sungguh jauh dari kebiasaan para jendral perang.
Pangeran Diponegoro juga dikenal sangat romantis terhadap wanita. Tercatat Beliau pernah menikah hingga 9 kali. Pernikahan pertamanya dilakukan pada saat Beliau berusia 27 tahun dengan Raden Ayu Retno Madubrongto seorang guru agama.
Dari 9 pernikahannya itu Beliau dianugerahi 12 anak laki-laki dan 5 orang putri. Semua anaknya tersebar dari Jawa, Madura, Australia, Jerman hingga Saudi Arabia.
Pangeran Diponegoro juga dikenal suka melucu dan bercanda dengan teman-temannya. Namun Beliau sangat membenci para komandan yang dianggapnya sebagai pengecut.
Terjadinya Perang Diponegoro
Perang Diponegoro (Perang Jawa) terjadi pada tahun 1825 hingga 1830. Perang ini menelan banyak sekali korban jiwa baik dari pihak Belanda dan rakyat Jawa pada saat itu.
Tercatat korban tewas adalah 8000 dari Belanda, 7000 pribumi dan 200 ribu lebih dari orang Jawa. Perang ini berawal dari pihak Belanda yang memasang banyak patok di lahan milik pangeran Diponegoro.
Dalam Perang Jawa ini Pangeran Diponegoro juga didampingi para panglima yang gagah berani. Mereka adalah Kyai Maja, Sentot Prawirodirjo dan Kerta Pengalasan. Beliau juga selalu didampingi oleh Joyo Suroto (Roto), Banteng Wareng, Sahiman (Rujakbeling), Kasimun (Wangsadikrama), dan Teplak (Rujak Gadhung).
Taktik Pangeran Diponegoro adalah dengan mengandalkan kondisi alam tanah Jawa serta terus berpindah-pindah markas. Sedangkan Belanda menggunakan taktik licik yaitu menyebarkan mata-mata dan melakukan provokasi kepada rakyat Jawa.
Akhir Perang Diponegoro
Pada tanggal 28 Maret 1830 Jenderal Belanda pada saat itu De Kock datang ke kediaman dari Pangeran Diponegoro. De Kock datang kesana ingin membujuk Diponegoro untuk menyelesaikan masalah politik.
Pangeran Diponegoro menolak dan mengatakan agar urusan politik dibicarakan di lain waktu. Dengan nada tinggi De Kock memutuskan untuk menyelesaikan masalah politik hari itu juga.
Ketika De Kock akan pergi beliau langsung membawa pasukannya dan mengepung kediamannya yang dijadikan markas. Pangeran Diponegoro pun akhirnya bersedia dibawa oleh Belanda asalkan membebaskan pasukannya.
Setelah ditangkap, pangeran Diponegoro dibawa harus menerima pengasingan beberapa kali. Beliau diasingkan di Semarang, Batavia, Manado dan akhir hayatnya meninggal di benteng Rotterdam Makassar pada tanggal 8 Januari 1855.
Profil pangeran Diponegoro ini haruslah kita kenang, bagaimana gagah dan beraninya beliau mengangkat senjata demi rakyatnya. Ia rela untuk disiksa, diasingkan hingga berkorban nyawa agar rakyatnya selamat.