Membangunkan ‘Tidur Panjang’ Kemandirian Ekonomi

Simposium Refleksi HUT RI ke 75 membahas kemandirian ekonomi.
Simposium Refleksi Kemerdekaan RI ke 75, di Ruang Sidang DPRD Ciamis, Sabtu (15/8/2020).

SAKATA.ID: Kemandirian ekonomi bangsa Indonesia terbelenggu sejak masa penjajahan Belanda dan Jepang. Pendudukan penjajah bukan atas tanah atau wilayah semata, tetapi mereka ada di tanah Indonesia untuk menguasai perekonomian secara geografis dan politis. Kemudian pratkek itu disebut Kolonialisme.

Penjajahan budaya juga terjadi dengan bentuk tawaran yang memaksa dengan cara mengubah gaya hidup bangsa, sehingga membentuk mental econimic animal yang konsumtif. Ini membuat bangsa tidak sepenuhnya sadar akan potensi ekonomi yang bisa dikelola dari sumber daya di sekitarnya. Menjadi buruh saja sudah cukup. Sebagian besar bangsa tidak memiliki kemandirian ekonomi, baik secara individu maupun secara kolektif.

Bacaan Lainnya

Kemandirian ekonomi ini kemudian mengalir dalam perenungan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, dalam Simposium Refleksi Kemerdekaan RI ke 75 yang diselenggarakan GP Ansor Ciamis dan Angkatan Muda Siliwangi (AMS) Ciamis, di Ruang Sidang DPRD Ciamis, Sabtu (15/8/2020). Berbagai kelompok dan wakil birokrasi hadir. Termasuk unsur TNI dan Polri.

Pada simposium tersebut muncul kesadaran untuk membangunkan kemandirian ekonomi yang sudah lama ‘tidur’ sejak jaman penjajahan, yang belum sepenuhnya terbangunkan di era pascakemerdekaan. Tetapi bahasan global itu kemudian menjadi semangat lokal dalam membangun ekonomi di Kabupaten Ciamis.

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif H Wasdi membeberkan untuk meningkatkan taraf perekonomian masayrakat sebagai bagian perekonomian daerah, pemetaan potensi sudah dilakukan. “Ciamis di wilayah pendataan Disparekraf saja ada 86 titik potensi alam yang bisa dikembangkan sebagai daerah wisata dan bisa memacu perekonomian masyrakat. Kendati tidak sebesar yang dimiliki oleh Pantai Pangandaran,” kata Wasdi.

Wasdi juga menyiasati pengembangan makanan olahan berbahan jamur menjadi salah satu unggulan di bidang ekonomi kreatif. Dia berharap jamur bisa dikelola tidak hanya dari aspek pertanian tetapi menjadi makanan yang memiliki daya jual lebih luas.

“Jamur di Ciamis bisa ditanam di mana saja, tanahnya dari utara ke selatan cocok. Kemudian bisa dibuat sekitar 111 jenis makanan seperti yang sudah dilakukan di Yogyakarta,” kata Wasdi.

Hal sama, pemetaan potensi juga dipaparkan Kepala Dinas Pertanian Ciamis Budi Wibowo.  Budi memparakan pula berbagai potensi sumber daya pertanian yang dimiliki Ciamis. Namun kedua pemetaan potensi dari Disparek dan Dinas Pertanian Ciamis ini, kemudian sedikit tersentil oleh Mayor Yoyo pembicara yang mewakili unsur TNI Kodim 0613 Ciamis.

“Diskusi seperti ini sudah sering saya dengar, termasuk potensi-potensi yang disebutkan tadi. Tetapi wilayah geraknya yang belum saya lihat. Makanya, saya lebih ingin memotivasi untuk memulai gerakannya. Ayo mari kita manfaatkan potensi yang ada itu. Pemerintahnya, pemudanya, TNI, Polri, semuanya bersinergi,” ujar Yoyo.

Pola gerakannya harus dibangun. Dia mendapat ilustrasi yang patut direnungkan dari yang diterapkan Cina. Dimana sebuah pabrikan besar mobil, kebutuhan suku cadangnya dipenuhi dari home industri di satu kampung.

“Satu kampung membuat suku cadang kemudian dikumpulkan dan diproduksi menjadi satu unit yang lengkap di pabrik, itu di Cina. Sehingga ekonomi dari hulu ke hilir dapat tumbuh dan maju bersama,” ujar Yoyo.

Kemandirian Ekonomi Butuh Regulasi

Aktifis muda Fahmi lebih menyoroti regulasi sebagai payung hukum dari perekonomian yang sudah berjalan di masyarakat. Sebetulnya menurut dia masyarakat sudah berupaya dengan dan atas kesadaran sendirinya mengembangkan usaha yang beragam. Tetapi regulasinya belum begitu berpihak.

“Sokongan pemerintah harus benar-benar hadir dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya sudah dan sedang berlangsung di masyarakat. Yang diperlukan bukan sekadar sokongan modal, tetapi juga payung hukum untuk melindungi dan berpihak pada aktivitas ekonomi mereka di tingkat UMKM,” kata Dia.

Ketua AMS Didi Sukardi sepakat bahwa memang dibutuhkan regulasi untuk menjaga kemandirian ekonomi masyarakat. Harus ada sinergitas dari pemerintah daerah terutama dinas terkait dalam mewujudkan kemandirian ekonomi masyarakat. Salahsatunya proporsi anggaran.

“Ini harus menjadi rumusan rekomendasi dari yang sudah kita bahas di SImposium ini. Selain regulasi, kitu susun juga poin-poin penting rekomendasi lainnya, dan kita sampaikan ke pemerintah,” kata Didi.

Rumah Pangan, Formulasi Kemandirian Ekonomi yang Degagas AMS

Didi mengatakan untuk internal AMS sendiri, sudah direncanakan membangun rumah pangan mandiri. Program ini akan dimulai dari internal anggota AMS dulu.

“Rumah pangan ini dimulai dari rumah anggota AMS kemudian mudah-mudahan bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat,” kata dia.

Gagasan AMS ini akan dimulai di internal AMS di beberapa daerah. Setelah manfaatnya dirasakan oleh internal dan masyarakat, kedepan bisa berkolaborasi dengan pemerintah untuk diterapkan di masyarakat luas.

Didi juga berharap gagasan organisasi ini bisa memicu peran-peran orginasasi seperti GP Ansor, KNPI, Karangtaruna. “Orgnisasi bisa menjalankan peran organisasinya masing-masing dalam membangun kemandiri ekonomi di organisasinya masing-masing” kata Didi Sukardi.

Sedangkan Ketua GP Ansor Ciamis Maulana Sidik mengatakan GP Ansor sebenarnya secara individual beberapa daerah sudah bergeliat aktivitas kemandirian ekonominya.

“Seperti di Lakbok, petani padi, dengan mesin perontoknya, yang sekarang sudah banyak di pesan banyak daerah sampai ke luar pulau Jawa. Nah tetapi secara kolektif memang belum sepenuhnya terpetakan, ” kata Sidik.

Simposium Refleksi Kemerdekaan RI ini berlangsung sekitar tiga jam dan disiarkan langsung di YouTube Live Streaming Zona Hijau Chanel dan Manusia Plural. Pemandu bicara Sekretaris Apdesi Ciamis Mohammad Abdul Haris.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *