REGIONAL, TASIKMALAYA: Keputusan pemerintah mengenai mudik Lebaran 2021 ditiadakan, dikeluhkan sejumlah awak angkutan umum Perusahaan Otobus (PO) di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Pasalnya, keputusan pemerintah tersebut telah merugikan para sopir Bus, yang berdampak kepada faktor ekonomi keluarga.
Salah seorang sopir Bus Agus Kurniawan (40) mengatakan, keputusan pemerintah mengenai mudik Lebaran 2021 ditiadakan itu, sangat berpengaruh pada penghasilan menjelang hari Raya Idul Fitri.
“Sebelum ada keputusan ini juga, kami selaku pengemudi Bus sudah sangat dirugikan,” kata Agus saat ditemui SAKATA.ID di Terminal Tipe A Indihiang, Tasikmalaya, Sabtu (27/3/2021).
Ia mengaku penghasilan yang paling besar itu menjelang dan sesudah hari Raya Idul Fitri. Tidak ada lagi mata pencaharian selain menjadi seorang sopir.
“Coba, mau bagaimana lagi keputusan pemerintah sudah seperti ini. Lihatlah anak istri di rumah mau makan apa cob?,” jelas ia sambil berkaca-kaca.
Dirinya mengharapkan, kepada pemerintah untuk mengkaji kembali keputusan tersebut. Akibat keputusan ini, sudah dibuat susah oleh pemerintah dengan adanya larangan mudik lebaran.
“Kembali saya tegaskan, kita kerja ini buat anak istri. Udah ada larangan, ditambah lagi aturan baru, bagaimana nasib rakyat kecil,” ujarnya.
Ia berkaca pada pengalaman tahun lalu, dirinya sudah merasakan sengsara karena tidak memiliki penghasilan untuk membeli kebutuhan anak dan istri.
Pemerintah Harus Bisa Mengijinkan Mudik
Menurut Agus, pada lebaran tahun ini pemerintah harus bisa mengizinkan warganya untuk mudik lebaran.
“Pengennya dibuka seperti biasa, jadi semua rekan sesama pengemudi bisa makan, anak istri bisa beli baju dan zakat fitrah,” ucap Agus.
Selain itu, para awak angkutan meminta, pemerintah membatalkan aturan larangan mudik tersebut.
Mudik lebaran merupakan momen yang ditunggu-tunggu pekerja angkutan. Bahkan, momen mudik lebaran dijadikan celengan setahun sekali.
“Kalau bisa ya pak, aturan (larangan mudik) itu dibatalkan lah. Kan mudik lebaran ini kami jadikan celengan setahun sekali, ini yang kami tunggu-tunggu,” harapnya.
Jika pemerintah tetap memberlakukan larangan mudik tahun ini, para awak angkutan terpaksa harus alih profesi.
Dikarenakan, jika dipaksakan harus bekerja, setoran ke perusahaan harus tetap ada, sedangkan penumpangnya dilarang mudik.
“Kalau larangan mudik itu tetap dilakukan, saya mah mending jadi pedagang aja pak. Kan keluarga harus diberi makan. Sedangkan kalau dipaksakan jalan, tetap harus bayar setoran ke si boss,” terang Agus.
Pemerintah harus lebih memperhatikan masyarakat bawah, khususnya para sopir bus. Jika larangan mudik tetap dilaksanakan, pemerintah juga harus memberikan kompensasi.
“Kalau tetap larangan mudik itu dilakukan. Harusnya ada kompensasi atau pengganti uang jalan kepada kami yang terdampak,” pungkasnya.