Predikat Kabupaten Layak Anak Belum Pantas Disandang Ciamis

Sudah pantaskah Kabupaten Ciamis menyandang predikat kabupaten layak anak, sementara faktanya seperti ini.

Opini, SAKATA.ID: Anak merupakan anugerah paling berharga dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Bukan hanya untuk orang tua, anak dianugerahkan Tuhan sebagai generasi penerus untuk mewujudkan cita-cita keluarga, bangsa dan negara. 

Bacaan Lainnya

Oleh karena itu, hak setiap anak harus terpenuhi agar mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.

Demi memenuhi hak setiap anak, pemerintah mendorong agar setiap kota/kabupaten di seluruh Indonesia bisa layak anak. 

Pada 2009 pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri PP-PA No. 2 th 2009 tentang kebijakan Kabupaten Layak Anak (KLA). Tahun 2010, melalui Inpres No. 1 th 2010, program KLA telah dimasukan ke dalam salah satu program prioritas nasional untuk selanjutnya diberlakukan di seluruh kota/kabupaten.

Kabupaten Ciamis mendapat predikat Kabupaten Layak Anak Kategori pratama pada 2017.

Hari Ulang Tahun yang ke-375 menjadi momen paling berharga bagi Kabupaten Ciamis karena berhasil meraih predikat Kabupaten Layak Anak Kategori Pratama pada Penghargaan Anugerah Kabupaten Layak Anak tahun 2017. 

Kemudian, predikat Kabupaten Layak Anak kembali diraih oleh Ciamis pada KLA Award tahun 2019 di Four Poin by Sheraton Makassar.

Setelah meraih predikat kabupaten layak anak kategori pratama, Ciamis langsung mendapat kritikan keras dari Ketua Komisi Nasional (Komnas) perlindungan anak Arist Merdeka Sirait. 

Ia menilai, Ciamis belum belum pantas dikatakan kabupaten layak anak karena belum memenuhi 31 indikator kabupaten menuju layak anak.

Hal ini ia sampaikan saat mengisi Seminar ‘Pencegahan Kejahatan Terhadap Anak dan Penanggulangan Anak Berhadapan dengan Hukum’, yang digelar Polres Ciamis 10 Desember 2019 silam.

Adapun 31 indikator KLA meliputi, enam aspek utama, yaitu (1) hak sipil dan kebebasan; (2) lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; (3) kesehatan dasar dan kesejahteraan; (4) pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya; (5) perlindungan khusus; dan (6) penguatan kelembagaan. 

Kondisi Ciamis Sebagai Penyandang Kabupaten Layak Anak

Selanjutnya mari kita lihat kondisi Ciamis di tiga tahun terakhir.

Sebagaimana data yang dihimpun oleh Pendamping Program Keluarga Harapan (PPKH), pada tahun ajaran 2018-2019 sekitar 191 anak di Ciamis mengalami putus sekolah. 

Rata-rata, mereka tak melanjutkan jenjang pendidikannya lantaran tidak memiliki biaya hingga terpaksa harus bekerja.

Di tahun yang sama, sekitar 553 pasangan calon pengantin mengajukan permohonan dispensasi nikah. Hal ini dikarenakan para mempelai masih di bawah umur. 

Kita tahu pernikahan di bawah umur sangatlah rentan terhadap perceraian.

Tidak heran, memasuki Juni 2020 sebanyak 1.225 perkara yang masuk ke PA Ciamis dan sebanyak 943 perkara telah dikabulkan (PA Ciamis). 

Dengan demikian, sebanyak 943 keluarga mengalami broken home, salah satu faktor penyebabnya didominasi oleh pernikahan muda. 

Lalu bagaimana nasib anak-anak setelah ibu-bapak mereka bercerai?

Setelah orang tua bercerai, mungkin anak akan tinggal dengan salah satu dari kedua orang tua mereka, artinya mereka akan tinggal dengan ibu atau ayah tiri tatkala ibu atau bapak mereka menikah lagi. 

Bisa juga anak lebih memilih untuk tinggal bersama kakek dan nenek, atau bahkan malah terlantar. 

Di saat seperti inilah anak memerlukan perlindungan, khususnya dari pemerintah. 

Di sisi lain, angka kematian bayi di Ciamis sangatlah tinggi. Sepanjang 2019 saja terdapat 84 kasus. Hal ini diikuti oleh angka kematian ibu mencapai 13 kasus (Dinkes, 2019).

Tidak cukup di situ, anak-anak di Ciamis sepanjang tahun mengalami ancaman. Baik di rumah, sekolah bahkan di tempat mengaji. Ancaman datang kepada anak berupa kekerasan fisik, verbal bahkan seksual. 

Berita miris, di pertengahan 2020 menggegerkan masyarakat Ciamis. Bagaimana tidak, seorang remaja di Kecamatan Banjarsari telah melahirkan anak hasil perbuatan bejad ayah tirinya. 

Rumah yang seharusnya menjadi tempat berlindung dan madrasatul ula bagi anak, malah menjadi sebuah ancaman bagi gadis malang itu.

Memasuki awal 2021, masyarakat Ciamis kembali dibuat kesal atas perbuatan oknum guru ngaji di Kecamatan Panumbangan. Pasalnya oknum guru ngaji itu telah mencabuli anak di bawah umur. Kini pelaku telah diringkus di jeruji besi. 

Namun, bagaimana dengan kondisi anak sebagai korban, bagaimana perkembangan psikologinya, bagaimana mengatasi stres paska trauma yang dialami si anak?. 

Perlakuan terhadap anak tidak bisa disamakan dengan perlakuan terhadap orang dewasa. 

Strategi Wujudkan Daerah Layak Anak

Oleh karena itu, ada setidaknya 5 (lima) strategi untuk mewujudkan Kabupaten Layak Anak, yaitu: Pertama, Pengarusutamaan Pemenuhan Hak Anak (PUHA). Hal ini dapat dilakukan melalui kebijakan, merencanakan program kerja, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dengan prinsip, memberikan yang terbaik bagi kepentingan anak.

Kedua, membangun jaringan. Hal ini dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, seperti LSM, Organisasi Masyarakat dan pengusaha. Keterlibatan langsung masyarakat sangat diperlukan dalam hal ini. 

Ketiga, sosialisasi. Hal ini perlu dilakukan untuk memperluas jangkauan pemahaman setiap individu masyarakat akan pentingnya perlindungan anak. 

Keempat, menciptakan ruang-ruang layak anak. Seperti tamann bermain layak anak, sekolah layak anak, dan sebagainya yang dapat mendukung tumbuh kembang anak.

Terakhir, penguatan lembaga merupakan kunci terlaksananya keempat strategi ini. Harus ada lembaga yang khusus untuk menangani anak. Dengan memperkuat lembaga perlindungan anak, diharapkan setiap upaya pemenuhan hak anak bisa dimaksimalkan. 

Semoga momentum Hari Ulang Tahun Ciamis yang ke-379 bisa kita jadikan momentum untuk melakukan evaluasi demi mewujudkan Ciamis sebagai Kabupaten yang benar-benar layak anak.

RS-03

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *