Nasional, Sakata.id: Pemerintah Pusat akan merencanakan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada jasa layanan sosial diantaranya, jasa layanan panti jompo dan panti asuhan.
Tidak hanya itu, rencana mengenakan PPN pun berlaku pada jasa layanan lainnya seperti, krematorium, jasa pemakaman, rumah duka, rehabilitasi, pemberian pertolongan pada kecelakaan, hingga jasa layanan pemadam kebakaran.
Hal tersebut tertuang di Pasal 4A Ayat 3 draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Oleh karena itu, pemerintah berencana akan menghapus jasa layanan sosial sebagai jenis jasa yang tidak dikenai PPN.
Seperti dikutip di Pasal 4A ayat 3 dalam RUU tersebut, Senin (14/6/2021) menerangkan, bahwa jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut: b (jasa pelayanan sosial) dihapus.
Jenis Jasa Sebelumnya Tidak Dikenakan PPN
Apabila seluruh rencana ini ‘gol’, maka jenis jasa yang sebelumnya tidak dikenakan PPN, ke depannya itu akan dipungut pajak.
Selain jasa pelayanan sosial, pemerintah pun akan menghapus ketentuan tidak kena pajak pada jasa pelayanan kesehatan medis dan jasa pengiriman surat dengan perangko.
Hal yang sama pun berlaku pada beberapa jasa lainnya yakni, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa kesenian dan hiburan, jasa pendidikan, jasa keagamaan, jasa asuransi, dan jasa keuangan.
Kemudian, ketentuan tidak kena pajak dihapus dari jenis jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri dan jasa tenaga kerja.
Beberapa waktu lalu, pemerintah juga berencana mengenakan PPN kepada bahan pokok alias sembako.
Tidak hanya itu, Pemerintah pun berencana mengenakan PPN ke hasil pertambangan dan pengeboran misalnya, gas bumi, batu bara, emas, dan hasil mineral bumi lainnya.
Pemerintah Menyiapkan Kerangka Kebijakan Perpajakan
Pada akhir pekan kemarin, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui pernyataannya membenarkan pemerintah sedang menyiapkan kerangka kebijakan perpajakan. Salah satunya, menyangkut perubahan pengaturan soal PPN.
Akibat tertekan pandemi corona, rencana itu muncul sebagai respons atas ekonomi dalam negeri.
Perubahan ini akan dilakukan karena pemerintah menilai selama ini fasilitas PPN tidak tepat sasaran. Perubahan itu diantaranya berkaitan dengan pengurangan berbagai fasilitas PPN.
Dikatakan mereka ada beberapa poin perubahan yang diusulkan untuk dibahas dengan DPR. Salah satunya adalah penerapan multi tarif PPN.
Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan, tarif pajak terhadap barang-barang yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah bisa lebih rendah daripada tarif umum.
Namun sebaliknya, bagi barang tergolong mewah yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas bisa dikenakan tarif PPN yang lebih tinggi daripada tarif umum.
Pihaknya menambahkan, rencana ini baru akan dibahas lebih lanjut bersama DPR. Dengan adanya pembahasan ini, pemerintah akan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan agar kebijakan yang dihasilkan lebih baik dan adil.