SAKATA.ID : Tesis terbaik pada 2019 lalu di Australia ternyata meneliti tentang kehidupan Papua. Hubungannya dengan perkebunan sawit.
Masyarakat Papua yang terancam kehilangan sagu oleh pembangunan perkebunan sawit.
Pelajar yang menyusun tesis itu bernama Dr Sophie Chao.
Antropolog ini bertahun-tahun tinggal di Papua, ia menghabiskan waktu bersama Suku Marind Anim, Merauke.
Penghargaan yang didapat Sophie yakni, tesis doktoral terbaik dalam kajian Asia Australia dari ‘Asian Studies Association of Australia’.
BACA JUGA : Tambang Giok Longsor, Korban Tewas Dikubur Massal
Hutan Rusak Karena Program MIFEE
Ia merekam kehidupan masyarakat Papua yang terdesak kehidupannya oleh perkebunan sawit buah dari program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).
Kepada wartawan ABCNews dia mengungkapkan, yang ditelitinya itu adalah dampak deforestasi.
Dan perluasan kebun kelapa sawit di bawah program MIFEE terhadap masyarakat setempat.
BACA JUGA : Webinar Virtual Class, Sukses Digelar Mahasiswa S2 PM Unsil
Sekitar satu dekade yang lalu, pembukaan lahan untuk program MIFEE sudah berlangsung.
Saat ini, sebagian perkebunan kepala sawit masih dalam tahap awal pengembangan.
Menurutnya, wilayah yang didiami Suku Marind Anim sangat luas. Tepatnya di Papua bagian selatan.
Wilayah mereka mulai dari Selat Muli (Selat Marianne) hingga ke perbatasan Papua Nugini.
BACA JUGA : Kudatuli, Tragedi dari Persaingan Soerjadi dan Megawati
Secara administratif, wilayah yang mereka diami masuk ke Distrik Okaba, Merauke, Kimam, serta Muting.
Tentu saja, warganya memperoleh sumber makanan dari hutan. Seperti sagu, babi, hingga ikan.
Tetapi, hutan yang jadi penghidupan mereka sudah rusak.
Kemudian air yang sering mereka gunakan juga sudah banyak yang tercemar limbah pabrik.
Dia sanagat tertarik dengan Suku Marind Anim. Karena, bagi mereka hutan, pohon, serta binatang adalah kerabat.
Hutan Adalah Kehidupan
Suku Marind merasa, ada hubungan emosional secara kultural antara manusia, tumbuhan, dan binatang.
Bagi mereka, hutan dipandang sebagai suatu dunia kehidupan, dunia nenek moyang.
Sehingga apabila hutan rusak dan hilang, berarti bukan hanya kehilangan lingkungan hidup
Tetapi sama dengan kehilangan segalanya.
Konflik Antar Suku
Salah satu yang diungkap Dr Sophie di dalam tesisnya adalah adanya konflik horizontal diantara penduduk Marind Anim.
Karena di sana, ada sejumlah masyarakat yang menerima kompensasi dari pembukaan lahan perkebunan sawit.
Bahkan ada kasus, dimana sebagian dari mereka yang menerima kompensasi, serta yang menandatangani kontrak perkebunan sawit, tidak faham konsekuensinya.
Dr Sophie mengungkapkan, warga suku Marind juga banyak yang merasa kalau pembangunan proyek perkebunan sawit berlangsung tanpa persetujuan mereka.
Akhirnya timbul konflik antara warga dengan perusahaan, maupun konflik antar sesama warga.
Perselisihan mereka berkaitan dengan hak atas tanah, kesempatan kerja , dan ganti rugi.
Perbaiki Program MIFEE !
Dia mengatakan, seharusnya program MIFEE bukan hanya memperhatikan kepentingan ketahanan pangan nasional.
Namun juga seimbang dalam memperhatikan ketahanan pangan penduduk setempat.
Makanan hutan yang hilang akibat perkebunan sawit menjadi persoalan serius.
Sekarang, ketahanan pangan Suku Marind Anam menjadi bermasalah.
Padahal makanan hutan seringkali memiliki keseimbangan nutrisi yang baik.
Di hutan ada sagu sebagai sumber karbohidrat, kemudian ada daging babi dan daging kasuari untuk protein.
Serta tersedia juga berbagai macam sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral.
Sedangkan sekarang, makanan hutan sudah berganti beras, mie instan, dan biskuit.
Pada akhirnya menimbulkan masalah malnutrisi. Menyebabkan tingginya tingkat ‘stunting’, infertilitas, kekurangan yodium dan kalsium di Suku Marind.
Segala macam pengganti yang diberikan kepada Suku Marind tidak membuat kenyang mereka.
Bahkan, tidak memiliki makna dalam kosmologi mereka.
Sawit Bunuh Sagu
Di dalam suatu kesempatan bersamaan dengan tetua Adat Merauke, Gerardus Gebze di tengah hutan saat mencari sagu, Dr. Sophie mendengar sebuah lagu.
Gerarduz menyanyikan lagu Kelapa Sawit Membunuh Sagu.
Lagu itu menggambarkan bagaimana keadaan skarang pohon sagu telah musnah, digantikan oleh perkebunan.
BACA JUGA : Rumah Hutan Tropis Indonesia di Kebun Binatang Jerman
Kata Sophie, itu merupakan jeritan hati Suku Marind yang krhilangan sagu akibat ekspansi deforestasi dan agribisnis.
Berikut ini lagunya, yang akhirnya menjadi inspirasi Dr Sophie mendapat tesis terbaik di Australia.
‘Kelapa sawit membunuh sagu’
Kelapa sawit membunuh sagu, Kelapa sawit merenggut nyawa kerabat kita, Kelapa sawit mengeringkan sungai-sungai, Kelapa sawit menumpahkan darah tanah kita