Nasional, SAKATA.ID : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) secara resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang-Undang, Senin (5/10/2020).
Rapat Paripurna yang awalnya dijadwalkan pada 8 Oktober 2020, dipercepat menjadi hari ini. Digelar cukup mendadak hingga mengagetkan sejumlah pihak.
Pasalnya, Rapat Paripurna ini digelar dengan jaraknya waktu yang hanya dua hari saja dari rapat sebelumnya di tingkat I yang diselenggarakan pada Sabtu (3/10/2020) lalu.
Rapat pengesahan Omnibus Law RUU Ciptaker ini dipimpin langsung Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin, di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta.
Kepada seluruh anggota, kata Azis, saya memohon persetujuan dalam forum rapat peripurna ini. Bisa disepakati?, tanya dia.
“Setujuuuu,” sahut mayoritas anggota yang hadir. Mayoritas, sebanyak sembilan Fraksi setuju pada pengesahan RUU tersebut.
Kemudian, suara palu dipukul Azis, ‘Tok’. Palu sidang itu diketok sebagai tanda disahkannya UU tersebut.
Pada rapat pengesahan Omnibus Law RUU Ciptaker itu digelar langsung di Gedung DPR RI dihadiri setengah anggota dewan.
Hal tersebut memang sengaja, sebagai bagian dari penerapan protokol kesehatan. Sebagian lain mengikuti rapat paripurna ini secara daring.
Daftar Fraksi-fraksi yang setuju pengesahan Omnibus law jadi UU Ciptaker yaitu, PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN.
Hanya dua fraksi yang tak setuju, Fraksi Partai Demokrat dan PKS. Mereka menolak pengesahan RUU Ciptaker.
Dalam pandangan mini fraksi, Partai Demokrat menyebut mekanisme pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang ideal.
Demokrat menilai RUU Cipta Kerja dibahas terlalu cepat dan terburu-buru. Juru bicara Fraksi Demokrat Marwan Cik Asan mengungkapkan, pembahasan pasal-per pasal RUU itu tidak mendalam.
Selain itu, ungkapnya, Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga telah memicu pergeseran semangat Pancasila.
Terutama, ujarnya, sila keadilan sosial ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan terlalu neoliberalistik.
Demokrat menyatakan RUU Cipta Kerja memiliki cacat baik secara substansial maupun prosedural.