Hukum, SAKATA.ID : Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja direncanakan bakal disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 8 Oktober mendatang.
Di dalam Rapat Panitia Kerja DPR yang berlangsung Sabtu (3/10/2020) malam, tujuh fraksi setuju RUU Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang.
Hanya ada dua fraksi yang menolak. Adapun dua fraksi itu yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera mereka menyatakan menolak mensahkan Omnubuslaw.
Fraksi Partai Demokrat yang diwakili Hinca Pandjaitan menyampaikan bahwa Demokrat menilai banyak hal yang harus dibahas kembali secara lebih mendalam dan komprehensif di dalam RUU tersebut.
Menurut Hinca, sedikitnya ada lima alasan kenapa Fraksi Partai Demokrat menolak Omnibuslaw Cipta Kerja.
Pertama, kata Anggota Badan Legislasi DPR ini, RUU Ciptaker tidak memiliki nilai urgensi dan kegentingan memaksa di tengah krisis pandemi ini.
Prioritaskan Pada Pandemi
Di masa awal pandemi, ujar Hinca, prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi.
“Mengutamakan penyelesaian pandemi berarti menyelamatkan jiwa manusia. Serta memulihkan ekonomi rakyat,” tegasnya.
Kedua, lanjutnya, RUU Ciptaker ini membahas secara luas beberapa perubahan UU sekaligus (Omnibus Law).
Dari perubahan tersebut, implikasinya sangat besar. Maka perlu dicermati satu per satu dengan hati-hati, dan lebih mendalam.
Apalagi, lanjutnya, di masa Pandemi ini masyarakat sedang sangat membutuhkan keberpihakan dari negara dan pemerintah.
Dia menilai, tidak bijak jika Pemerintah terus memaksakan proses perumusan aturan perundang-undangan yang sedemikian kompleks itu secara terburu-buru.
Kemudian poin yang ketiga, Demokrat berharap RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini bisa mendorong investasi dan menggerakkan perekonomian nasional.
Namun, bersamaan dengan itu, hak dan kepentingan kaum pekerja juga tidak boleh diabaikan apalagi dipinggirkan.
Sangat disayagkan, katanya, RUU Ciptaker ini berpotensi meminggirkan hak-hak serta kepentingan kaum pekerja.
Seperti, adanya sejumlah pemangkasan aturan perijinan, penanaman modal, ketenagakerjaan dan lain-lain, yang diatasnamakan sebagai bentuk “reformasi birokrasi” dan “peningkatan efektivitas tata kelola pemerintahan”.
Justru, tegas Hinca, itu berpotensi menjadi hambatan bagi hadirnya pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan (growth with equity).
Poin keempat dari Partai Demokrat bahwa RUU Ciptaker telah mencerminkan bergesernya semangat Pancasila. Terutama sila kelima, keadilan sosial (social justice).
Omnibus law Cipta Kerja justru mendorong ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan terlalu neo-liberalistik.
Dan terakhir, kata Hinca, selain cacat substansi RUU Ciptaker juga cacat prosedur.
Fraksi Partai Demokrat menilai, proses pembahasan hal-hal krusial dalam RUU ini kurang transparan dan akuntabel.
Pembahasan RUU Omnibus Law Ciptaker ini tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja, dan jaringan civil society.
Justru, pungkas Hunca, mereka lah yang akan menjaga ekosistem ekonomi dan keseimbangan relasi Tripartit. Antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah.