NASIONAL, Sakata.id: Ketua HMI Cabang Ciamis Dede Aos Firdaus mengatakan, Indonesia sangat membutuhkan Undang-undang Perlindungan Data Konsumen di era teknologi informasi seperti sekarang ini.
Undang-undang Perlindungan Data Konsumen tentu berbeda dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang sudah ada. Lahirnya undang-undang tersebut sangat mendesak, terlebih sudah banyak kasus kebocoran data di beberapa perusahaan termasuk data 279 juta peserta BPJS Kesehatan.
Perlindungan data pribadi di Indonesia masih sangat lemah, pada kasus terbaru data pribadi warga di database BPJS Kesehatan bocor. Hal ini tentu sangat merugikan peserta, terlebih jika data tersebut berpindah ke pihak lain, bisa saja disalahgunakan untuk kejahatan.
“Kami khawatir data pribadi peserta BPJS Kesehatan disalahgunakan jika berpindah tangan, bisa digunakan untuk misi kejahatan. Di sana kan ada data NIK, KTP, rekam medis, rekening dan sebagainya. Yang data-data itu sangat memungkinkan dipakai untuk kejatahan oleh pihak lain,” kata Aos, Kamis (27/5/2021).
Aos menilai BPJS Kesehatan lalai dalam menjaga data konsumen sekaligus kejadian tersebut tentu sangat merugikan konsumen. Karena banyak pihak yang dirugikan, maka sebenarnya kata Aos kerugian yang dialami konsumen ini bisa dijadikan landasan untuk menjatuhkan sanksi kepada BPJS.
“Apalagi nanti jika dalam penyidikan ternyata ada unsur kesengajaan BPJS, itu bisa mendapatkan sanksi dengan pasal berlapis,” kata Aos.
Hampir Semua Layanan Berbasis Aplikasi
Pada jaman teknlogi informasi seperti sekarang ini semua serba cepat dan praktis, hampir semua layanan berpindah pada aplikas, banyak aplikasi yang meminta pendaftar untuk melengkapi data-data pribadinya. Seperti bayar pajak, pinjaman online, dan lain-lain.
“Untuk mejaga keamanan data pribadi konsumen ini maka diperlukan Undang-undang yang lebih khusus, di luar undang-udang perlindungan konsumen yang sudah lebih dulu ada, ” kata Aos.
Sebelumnya diberitakan 279 juta data peserta BPJS Kesehatan bocor. Kasus ini menyita perhatian publik. Polri telah menurunkan Tim Tindak Pidana Cyber Crime untuk melakukan investigasi mendalam. Bahkan juga akan mengivestigasi pula pihak BPJS, sejauh mana manageman BPJS Kesehatan dalam penarapan Teknologi Informasi kepesertaan.
BPJS Watch menilai kasus kebocoran data BPJS Kesehatan bisa bersumber dari misi peretasan pihak luar, dan bisa bersumber dari orang dalam BPJS Kesehatan itu sendiri yang dengan sengaja membocorkan data.*