SAKATA.ID: Skandal cinta permaisuri Raja Galuh Ayu Cindera Wulan dengan Raja Saunggantang adalah sekuel dari banyak peristiwa yang terkait dengan legenda Situ Sanghyang di Desa Cibalanarik Kecamatan Tanjungjaya Kabupaten Tasikmalaya.
Legenda dari bagian kisah ke bagian kisah lainnya secara bersambung diceritakan oleh Ikbal Nasihin tokoh masyarakat setempat, yang tinggal di sekitar Situ Sanghyang.
Permaisuri Raja Galuh Ayu Cindera Wulan seperti tersihir oleh ketampanan Raja Saunggantang Raden Ciptarasa, seketika itu dia lupa kepada Raja Galuh Rarangbuana.
Pada kisah kedua ini, sang penutur Ikbal Nasihin terjeda dengan santapan singkong dan goreng rangginang yang disajikan istrinya.
Kemudian dia melanjutkan legenda Situ Sanghyang dengan kisah skandal cinta atau perselingkuhan Ayu Cendera Wulan kepada Ciptarasa.
BACA JUGA: Raja Saunggantang Memikat Hati Permaisuri Raja Galuh
“Setelah mereka bertatap muka di Kerajaan Gauh, Ayu tetiba ikut dengan Ciptarasa, dibawalah permaisuri cantik itu ke Kerajaan Saunggantang,” kata Ikbal.
Sesampainya di Kerajaan Saunggatang, sang raja dan permaisuri Raja Galuh disambut oleh seluruh abdi dalem. Semuanya merasa kaget dan kagum dikarenakan sang raja datangnya tidak seorang diri, tetapi didampingi putri nan cantik yang belum diketahui asal muasalnya.
Ketika itu ada salah seorang abdi kerajaan memberanikan diri bertanya kepada sang raja.
“Sembah sinuwun nu kapihatur, maaf seribu maaf, tuan raja siapakah bidadari yang dibawa, tuan dan putri ini bagaikan kembang sepasang yang harum nan indah,” tanyanya.
Raja Saunggantang menjawab pertanyaan dari abdi dalem tersebut.
“Ini putri hadiah dari Kerajaan Mataram, tolong kawinkan kami saat ini juga, siapkan segalanya, buat makanan dan minuman yang enak,” pinta sang raja.
Setelah raja mengeluarkan titahnya, lanjut Ikbal, pernikahan pun dilaksanakan kemudian setelah itu diadakan pesta yang sangat meriah.
Skandal cinta permaisuri Raja Galuh ini pun semakin tak terkendali sampai menuju perkawinan dengan Raja Saunggantang.
Berbagai macam makanan dihidangkan, dan hampir seluruh rakyat yang ada di sekitar Kerajaan Saunggatang mengikuti acara dengan suka cita.
Saking meriahnya, gemuruh tetabuhan dari dalam benteng sampai terdengar jauh keluar Keraton. Namun, dalam suasana kemeriahan pesta hanya ada seorang nenek renta tidak masuk istana.
Dia hanya mendengarkan di luar istana sambil melaksanakan aktivitas kesehariannya, yaitu menumbuk padi di sebuah lisung atau alat penumbuk padi yang terbuat dari kayu.
Sementara Raja Galuh Raden Rarangbuana yang sedang melakukan tugun tandon di Kerajaan Mataram mendapatkan firasat buruk. Seperti sudah terus rasa, dia merasakan sesuatu terjadi terhadap permaisurinya. Tanpa pamit kepada Raja Mataram, dia pun pulang menuju kerajaannya di Tatar Galuh.
Firasat Raja Galuh, Raden Rarangbuana ternyata benar, sesampainya di kerajaan terdengar tangisan yang memilukan dari seluruh kerabat keraton yang tengah meratapi sang permaisuri yang hilang bak ditelan bumi.
Tangisan abdi dalem semakin menjadi ketika sang Raja Galuh Raden Rarangbuana tiba di kerajaan. Seluruh abdi istana langsung menghampirinya dan menyampaikan bahwa sang puteri telah hilang tanpa ada laratan yang jelas.
“Raja Galuh ini, Raden Rarangbuana adalah seorang manusia yang baik budi pekertinya, adil dan bijaksana serta tinggi ilmunya, sehingga ketika mendapatkan laporan tidak kaget sama sekali,” kata Ikbal Nasihin sambil menarik nafas, sesekali mengepulkan asap rokok.
Dengan penuh kewibawaan Raja Galuh menjawab apa yang dilaporkan abdi dalem.
“Sudahlah kalian semua jangan menangis ini sudah menjadi guratan takdir illahi yang tidak bisa ditolak, aku sudah tahu semuanya,” ungkap Raja.
Sontak saja hampir seluruh abdi dalem merasa kaget yang tidak ada kiranya.Raden Rarangbuana memang memiliki ilmu menerawang kedepan sehingga tahu hal tersebut akan terjadi. (Bersambung)