Lifestyle, SAKATA.ID: Kritikan keras ditujukan oleh dr Tirta Mandira Hudhi kepada pemerintah terkait penanganan Covid-19. Ia mengungkapkan kritikannya itu di acara Indonesia Lawyer Club (ILC) yang tayang pada tanggal 6 Oktober 2020 di TvOne.
Dr Tirta merupakan salah satu relawan penanganan Covid-19 di Indonesia. Setelah 7 bulan berada dalam sistem, ia akhirnya mengungkapkan kekesalannya dari yang terjadi di lapangan melalui media sosialnya.
Dr Tirta juga kerap kali memberikan edukasi kepada masyarakat tentang Covid-19 ini melalui video yang ia buat. Tak elak namanya semakin meningkat di mata masyarakat Indonesia dan menjadi perhatian publik.
Kritikan dr Tirta di Acara ILC
Dr Tirta diberi waktu untuk mengungkapkan pendapatnya di sesi akhir acara yang dipandu Karni Ilyas tersebut. Ia membuka pembicaraan dengan memberikan hormat kepada seluruh tamu yang hadir pada saat itu.
Dr Tirta langsung mengomentari statement dari Dany Amrul Ichdan seorang tenaga ahli utama KSP (Kantor Staf Presiden). Beliau pun membuat pernyataan, “Secara tersirat ucapan dari bapak Dany itu ada kesalahan dari sistem dan komunikasi publik .”
“Ketika di lapangan saya juga sering debat debat dengan akun anonim hingga Jerinx mengenai kasus pengcovidan pasien meninggal,” ungkapnya. “Gara-gara statement pak Moeldoko itu seolah-olah menggeneralisir semua rumah sakit sama,” tambahnya.
Kemudian dr Tirta juga mengungkapkan salut kepada Bang Zul yang merupakan keluarga pasien yang berani. Ia dan followernya pun memberikan applause yang tinggi kepada keluarga tersebut.
Dr Tirta mengungkapkan bahwa sistem yang harus diperbaharui adalah Big Data untuk penanganan Covid-19 ini. “Tadi ada ilustrasi bilang Saya input lewat input dari grup WA lalu masukin Excel, sudah 7 bulan kita perlu data yang real time,” ungkapnya.
Dengan tidak adanya sistem yang baik ini maka akan ada perbedaan data baik dari Dinkes, kota, dan provinsi. “Kalau input datanya masih manual dan masih excel dan harusnya sudah bisa diperbaiki,” kata dr Tirta.
Kritikan Kedua
Dr Tirta juga memberikan kritikan kedua untuk penanganan Covid-19 di Indonesia ini yaitu budaya minta maaf. “Kalau salah ya mengaku saja jangan berbelit-belit, dan jika bisa rumah sakit langsung mengungkapkan jangan defense dulu,” ungkapnya.
Yang ketiga adalah solusi penyampaian komunikasi satgas dan pemerintah kepada masyarakat. Seperti halnya banyak penolakan jenazah pasien Covid-19 di masyarakat.
Dr Tirta juga juga memberi kritikan mengenai harga Rapid Test yang mahal untuk masyarakat Indonesia. “Dari Maret dokter dari IDI itu sudah tidak merekomendasikan Rapid karena itu adalah screening bukan administrasi,” kata dr Tirta.
18 Anggota DPR Terpapar Covid-19 Setelah Pengesahan Omnibus Law
Dr Tirta juga menyampaikan sebuah berita dimana 18 anggota DPR RI positif terkena Covid-19. Ia juga memberikan kritikan mengenai Omnibus Law yang disahkan ketika masyarakat menghadapi pandemi corona.
Dr Tirta mengungkapkan, “Sudah tahu bahwa dengan mengesahkan omnibus law ini akan menghasilkan demonstrasi.”
“Yang dikedepankan siapa? Relawan pasti Tirta siap mati dengan adanya ini,” ungkapnya.
Dr Tirta juga membahas tentang Pilkada serentak yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. “Pilkadanya aman, namun hajatannya yang tidak, karena pasti setiap kampanye ada dangdutan dan lainnya,” ungkap Relawan Covid-19 ini.
Ketika dr Tirta ingin menutup sesinya berbicara, Karni Ilyas menanyakan kenapa Donald Trump bisa hanya 3 hari mengetahui hasil tes swab. Dr Tirta sedikit tegang dengan pertanyaan itu dan bilang tidak sekalian saja bahas Liverpool dibantai 7-2.
Dr Tirta menjawab, “Jika Amerika Serikat itu merupakan negara adidaya jadi, SWAB, alat, lab dan tenaganya banyak, sedangkan di Indonesia kita harus bayar 900 ribu hingga 1,5 juta.”
“Sekarang bayangkan saja UMR kita itu berapa, jadi kemungkinan untuk SWAB tidak akan dilakukan masyarakat,” tambahnya.
Dengan kritikan dr Tirta di acara yang besar sekelas Indonesia Lawyer Club diharapkan pemerintah bisa membenahi diri menangani Covid-19 ini. Kita juga sebagai masyarakat juga harus bisa menghargai kerja dari para relawan dengan menaati setiap protokol kesehatan yang digunakan.