Masyarakat Tak Takut Corona, Ulama Harus Sampaikan Akidah dan Fiqih Prokes Covid-19

Masyarakat abai prokes di Pasar Subuh Ciamis, Kamis (1/7/2021). foto:denihamdani/sakata.id
Masyarakat abai prokes di Pasar Subuh Ciamis, Kamis (1/7/2021). foto:denihamdani/sakata.id

REGIONAL, Ciamis, Sakata.id: Prokes Covid-19 bertarung dengan keyakinan masyarakat terhadap keberadaan virus. Ditengah munculnya virus corona varian baru, masyarakat justeru semakin abai menjalankan protokol kesehatan. Seolah masyarakat sudah tidak takut corona.

Kerja keras Satgas Covid-19 Ciamis masih dianggap formalitas oleh masyarakat. Ditambah dengan pengawasan yang masih kendor, dan tebang pilih dalam menindak pelanggar Prokes Covid-19.

Bacaan Lainnya

Hal tersebut disampaikan Pemerhati Sosial dan Pendidikan Drs. Didi Ruswendi, setelah melihat kondisi faktual di lapangan. Didi mencermati cara pandang dan keyakinan masyarakat terhadap Covid-19, saat ini.

“Pemahaman takdir, sangat mempengaruhi cara pandang dan keyakinan masyarakat terhadap Covid-19, berikut mempengaruhi upaya pencegahan,” kata Didi Ruswendi, Kamis (01/07/2021).

Kata Didi, jika masyarakat berkeyakinan corona itu makhluk Allah, didatangkan oleh Allah, sakit sembuh, hidup dan mati takdir Allah, maka narasi pencegahan melalui penerapan Prokes Covid-19 sudah selesai dan sia-sia.

Dalam ilmu akidah, pemahaman seperti itu adalah pemahaman Jabariyyah. Sementara mayoritas muslim di Indonesia adalah ahlu sunnah wal jamaah yang menganut faham Qodariyyah dimana ikhtiar dan do’a seorang hamba menjadi penting.

 “Jangan sampai disebut Jabariyyah tidak mau, disebut bukan ahlu sunnah wal jamaah tidak mau, tetapi konsep pemahaman Qodariyyah yang memerlukan ikhtiar tidak dilakukan, dalam hal pencegahan Covid-19,” kata Didi.

Menurut Didi, keyikanan seperti itu sudah masuk wilayah akidah, yang berkapasitas untuk meluruskan pemahaman masyarakat seperti itu adalah ulama.

“Ulama harus dipertemukan oleh pemerintah, undang ulama, undang semua pimpinan ormas islam, rumuskan bersama-sama melalu pendekatan ilmu agama. Yang ahli akidah bicara dari sisi akidah,  mau di posisi Jabariyyah atau Qodariyyah, kalau Qodariyah, berarti memerlukan ikhtiar dan do’a. Yang ahli fiqih, bahas melalui pendekatan fiqih. Misalnya tentang thoharoh (bersuci), tartib wudhu dan lain-lain, “ kata Didi.  

Hasil dari pertemuan ulama itu kemudian dibuat narasi bersama, bagaimana virus covid-19 dan pencegahannya melalui pendekatan ilmu akidah dan fiqih.  Lalu itu disampaikan oleh ulama kepada ummat melalui dakwah-dakwah mereka.

“Jadi dalam hal sosialisasi dan penerapan pencegahan ini, juru bicara tidak cukup hanya dari orang-orang kesehatan. Dai, ulama, perlu diberdayakan secara serius,” kata Didi.    

Contoh Kasus Abai Prokes Covid-19

Selain karena faktor keyakinan, abai prokes juga dilatarbelakangi alasan-alasan lain. Diantaranya, bacaan masyarakat pada berita di luar negeri, seperti singapura, laga Euro dan lain lain.

Kalaupun masih menjumpai masyarakat pakai masker, Didi yakin motivasinya lebih karena takut pada razia, takut gak bisa masuk bank, masuk kantor dan sebagainya.

Didi menyampaikan hal ini berdasarkan fakta yang dia temukan di lapangan, banyak masyarakat yang tidak memakai masker atau menerapkan protokol kesehatan.

Abai prokes terjadi tidak hanya di tempat umum, tempat kongkow, di lingkungan masjid, pendidikan, perbankan, bahkan perkantoran.

Tidak ada satupun murid dan guru dalam foto ini yang menggunakan masker pada pelulusan RA pertengahan Juni 2021.

“Di bank, security hanya menjaga di pintu masuk ke bank, tetapi kalau lihat di atm yang ada di depan bank, masih belum tertib, masih banyak yang tidak pakai masker tetapi tidak ditegur security,” .  

“Di masjid, dulu yang pakai masker ketika memasuki masjid itu masih banyak. Hari ini, hanya saya sendiri yang pakai masker di masjid lingkungan. Bahkan seorang dokter pun, ketika masuk masjid tidak pakai masker,” kata Didi.

Di lembaga pendidikan, penerapan prokes Covid-19 juga masih lemah pengawasannya. Bahkan Didi pernah melihat seorang pelajar, ketika pulang sekolah, dia melepas masker dan membuangnya ke tempat sampah di depan sekolah.

Pada pelulusan sekolah, jika mau fair kata dia, banyak yang masih lengah terhadap penerapan prokes pencegahan covid-19. Bahkan ada guru yang tidak memakai masker di depan anak didiknya.

“Penegakan satgas Covid-19 di kecamatan juga terkesan tebang pilih. Kegiatain ini boleh kegiatan itu tidak boleh, padahal sama – sama memiliki potensi penyebaran,” kata Didi.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *