Tragedi Sinilia, Kawah Beracun Pegunungan Dieng yang Tewaskan Ratusan Orang

Tragedi Sinilia Gunung Dieng

Ragam, SAKATA.ID : Pada 20 Februari 1979 silam, terjadi tragedi Sinilia yang menewaskan 149 orang warga Desa Kepucukan, Batur, Banjarnegara.

Sinilia merupakan nama salah satu kawah di Pegunungan Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

Bacaan Lainnya

Tragedi Sinilia telah menghilangkan banyak nyawa di Kampung Kepucukan, Kecamatan Batur.

Sekarang kampung ini sudah ditinggalkan penghuninya. Warga memilih pindah ke tempat yang lebih aman. Sebagian mengikuti program Transmigrasi ke Sumatera.

Saksi Mata Tragedi Sinilia

Salah satu saksi Tragedi Sinilia yang masih hidup adalah Marjani. Usianya sekitar 80 tahun. Kenangan buruk itu amat membekas dan bahkan menyebabkan trauma bagi dia.

Dulu Marjani tinggal di Kampung Kepucukan, wilayah yang warganya paling banyak menjadi korban Tragedi Sinilia.

Saat ini dia tinggal di Desa Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Banjarnegara. Meskipun masih tinggal di sekitaran Dieng, dia tak pernah lagi mengunjungi Kawah Sinilia.

Marjani sempat ke Kawah Sinilia setahun setelah tragedi Sinilia itu terjadi pada 1980. Dan sejak saat itu dia tidak pernah lagi mengunjungi Sinilia.

39 tahun kemudian, tepatnya pada 2019, dia baru berani melihat kembali kawah yang pernah menyebabkan bencana besar itu.

Pada tahun itu, Marjani kembali ke Kawah Sinilia untuk mengambil gambar dalam rangka pembuatan film dokumenter Tragedi Sinilia.

Dia datang bersama Pusat Pengembangan Film Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Korban dari Desa di Sekitar Sinilia

Kala itu, terdapat beberapa desa di sekitar Kawah Sinila, seperti Desa Batur, Sumberejo, dan Desa Pekasiran.

Warga yang tinggal di sana umumnya bertani. Mereka hidup dengan sejahtera di atas tanah yang amat subur.

Meskipun, menurut beberapa sumber meriwayatkan di daerah-daerah itu seringkali terjadi fenomena alam yang bikin cemas masyarakat di sana.

Fenomena yang terjadi pada saat itu bermacam-macam, mulai dari erupsi dan gempa-gempa dengan guncangan kuat.

Dari banyaknya fenomena alam yang terjadi, tidak satu pun yang benar-benar berbahaya bagi warga desa-desa tersebut. Lantaran mereka terbiasa dengan kejadia-kejadian seperti itu.

Kecuali untuk tragedi kawah-kawah yang mengalirkan gas beracun. Yakni Tragedi Sinilia itu, yang membuat banyak warga kehilangan nyawa.

Sejarah Kelam 20 Februari 1979

Tepat pada 20 Februari 1979, terjadi bencana yang membuat miris dalam sejarah warga kaki Pegunungan Dieng.

Warga di sana tidak pernah menyangka kalau di tanggal itu akan menjadi sejarah kelam karena bencana dahsyat.

Ketika itu terjadi guncangan besar, yang seolah menjadi sakelar bagi rentetan kejadian menakutkan lainnya.

Warga di sekitar Pegunungan Dieng itu sangat sadar kalau akan ada hal menakutkan terjadi.

Dan benar saja, satu persatu kawah di sana, di Pegunungan Dieng, mulai bereaksi dengan memuntahkan lahar-laharnya dan ada pula yang menghembuskan gas-gas berbahaya.

Warga berhamburan untuk menyelamatkan diri. Suasana kala itu sangat mencekam. Tapi juga sangat membingungkan. Lantaran warga tidak tahu harus lari ke mana.

Mereka seolah dicegat oleh monster-monster di berbagai sisi. Entah dapat petunjuk dari mana, para penduduk malah memutuskan lari ke daerah bernama Kepucukan yang justru mendekatkan mereka pada maut.

Sambil membawa keluarga dan hewan-hewan ternak, para warga kaki Gunung Dieng lari secepat mungkin ke daerah Kepucukan.

Namun, tempat yang mereka tuju justru wilayah paling ganas. Pasalnya, di Kepucukan terdapat kawah yang justru menghembuskan gas beracun paling pekat.

Mayat Bergelimpangan

Terjadilah peristiwa fatal, alih-alih mencari tempat aman agar selamat, satu persatu warga menerima kematiannya.

Kawah yang dilalui warga menyemburkan karbon diaoksida dan asam sulfur yang melimpah, membuat warga tidak bisa berbuat banyak.

Seketika saat dihirup, gas-gas itu seolah mencekik lalu membunuh mereka dari dalam.

Hanya selang beberapa waktu saja, mereka yang terkena ini pun langsung meninggal seketika.

Jumlah korban dalam tragedi ini sendiri sekitar 149 orang. Sebagian besar korban tergeletak di jalan-jalan menuju Kepucukan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *