Pergerakan Tanah, Tiga Dusun di Pagerageung Sepi Ditinggal Mengungsi

Regional, TASIKMALAYA : Warga Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya meninggalkan rumahnya.

Pergerakan tanah terjadi di Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya. Akibatnya sejumlah rumah retak. 

Bacaan Lainnya

Pergerakan tanah diduga dipicu curah hujan yang tinggi. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Hanya saja sejumlah rumah rusak hingga ditinggal penghuni.

Namun, ada tiga kedusunan di Desa Sukapada, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya berubah menjadi sepi ditinggalkan warga.

Tiga kedusunan di Pagerageung itu yakni Garadaha, Bojot, dan Citeureup.

Lantaran sejumlah warga di kedusunan tersebut rumahnya rusak dan mereka memilih mengungsi meninggalkan rumahnya.

Musibah pergerakan tanah tersebut terjadi sudah lama. Terakhir, pada pertengah Januari 2021 sebanyak lima rumah ditinggalkan penghuninya. 

Pantaun di lokasi, sejumlah rumah mengalami retak-retak dan miring akibat pergerakan tanah tersebut. 

Dengan retakan tanah ini, para penghuni rumah merasa khawatir rumahnya ambruk dan mengancam keselamatan jiwa.

Sehingga warga pun memilih untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. 

Peristiwa pergerakan tanah ini dibenarkan Kepala Desa Sukapada, Achmad Hidayat. 

Menurutnya, kondisi pergerakan tanah itu sudah terjadi sejak tahun 1995. 

Tanah mengalami pergerakan, terutama disaat musim hujan hingga mengakibatkan rumah warga rusak.

Terakhir, pergerakan tanah kembali terjadi pada pertengahan Januari 2021. Peristiwa ink mengakibatkan 5 rumah warga rusak dan ditinggalkan penghuninya. 

Pada tahun 2019 dan 2020, katanya, tidak ada pergerakan tanah. Namun di awal tahun 2021 pergerakan tanah kembali terjadi.

Ia menambahkan, pergerakan tanah itu tidak seperti bencana longsor. Namun tanah secara perlahan bergeser. 

Pergerakan terlihat ketika rumah warga mengalami retak-retak dan miring. Untuk itu pihaknya menyarankan penghuni rumah untuk mengosongkannya. 

“Ada tiga dusun yang terdampak pergerakan tanah. Total warga yang terdampak sekitar 250 kepala keluarga (KK),” ucap Achmad.

Ia menambahkan, baru-baru ini warga yang terdampak pergerakan tanah di Kedusunan Citeureup sekitar 20 KK, di Bojot sebanyak 100 rumah, dan di Garadaha sebanyak 150 rumah. 

Pihak pemerintahan desa setempat tidak tinggal diam. Terus berupaya melaporkan dan memberitahukan kepada pihak terkait setiap ada kejadian. 

“Sudah pernah ada bantuan untuk relokasi. Namun baru untuk 24 KK. Sementara sebagian besarnya belum. Sehingga masyarakat mengungsi mandiri,” jelasnya. 

Achmad menjelaskan, masih ada warga yang memilih untuk kembali ke lokasi semula dengan memperbaiki rumahnya. 

Padahal, hasil kajian dan penelitian dari geologi merekomendasikan untuk mengosongkannya.

“Memang hasil kajian dan penelitian harus dikosongkan. Tapi masih ada juga warga yang memilih kembali,” kata dia. 

Salah satu seorang warga yang mengungsi adalah Lela (35). Ia dari Kedusunan Garadaha.

Rumahnya mengalami retak-retak dan miring akibat terdampak pergerakan tanah. Dia dan keluarganya mengungsi ke tempat yang lebih aman. 

“Karena takut terjadi sesuatu. Saya memilih meninggalkan rumah. Karena khawatir rumah ambruk dan membahayakan seisi rumah,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *