Angka Pernikahan di Indonesia Turun, Pada Malas Nikah ?

Angka Pernikahan di Indonesia Turun Drastis

Nasional, Sakata.id:- Angka pernikahan di Indonesia yang menurun drastis baru-baru ini turut menjadi sorotan seperti halnya negara Korea Selatan, Jepang, dan Tiongkok. Penurunan pada tahun 2023 ini menjadi titik terendah sejak tahun 1998 karena krisis moneter.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pernikahan di Indonesia terus menurun sejak tahun 2021 hingga tahun 2023, jumlah pernikahan menurun hingga 2 jutaan. Ini terjadi di hampir seluruh Provinsi di Tanah air.

Bacaan Lainnya

Di Provinsi Jawa Barat penurun jumlah perkawinan tercatat hampir tembus 20 ribuan, atau tepatnya turun 19.197. Pada tahun 2022 di Jawa Barat pernikahan tercatat sebanyak 336.912 sementara pada tahun 2023 pernikahan tercatat sebanyak 317.715.

Data Angka Pernikahan dari Dirjen Binmas Kemenag

Data angka pernikahan di Indonesia ini didapat BPS dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama RI, dengan pencatatan perkawinan bagi warga negara yang beragama islam.

“Datanya dari Dirjen Binmas Islam Kemenag, itu yang dijadikan laporan statistic 2024 terhadap jumlah pernikahan di Indonesia,” kata Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono.

Kendati demikian, penurunan angka pernikahan ini belum terkategori kritis, karena belum memberikan dampak pada penurunan jumlah populasi di Indonesia. Penurunan minat menikah sebagian besar dilatar belakangi oleh alasan ekonomi.

Ada juga yang lebih mengedepankan karier serta kemapanan, ketimbang buru-buru membangun rumah tangga. Ini menjadi alasan para pemuda menunda pernikahan di Indonesia.

Seperti pengakuan Apip Abdurahman (35), warga Ciamis Jawa Barat ini mengaku sampai saat ini belum berumah tangga, bukan karena malas menikah.

“Bukan gak mau nikah, pasti keinginan untuk nikah ada. Cuman, kita laki-laki kan memegang tanggungjawab penuh di keluarga. Jadi saya tunda, sampai saya benar-benar siap segalanya,” kata Apip.

Alasan kesiapan ekonomi kata Apip menjadi lebih utama ketimbang mental. Sebab faktor-fakotor terjadinya perceraian pun, lebih banyak karena alasan ekonomi.

“Itu yang saya tahu. Makanya saya gak mau karena belum siap ekonomi, maksa menikah, dan umur rumah tangga hanya seumur jagung. Kalau saya mikirnya panjang,” kata dia.  

Sementara alasan perempuan menunda pernikahan lantaran lebih ketat memilih calon suami. Menurut Hestia (29) warga Kota Tasikmalaya, faktor ekonomi calon suami menjadi salah satu pertimbangan.

“Ya selain faktor-faktor lain, jelas ya kalau perempuan liat juga ekonominya. Karena kan nanti kita akan punya anak, dan kebutuhan bertambah. Jadi kalau belum nemu yang cocok secara hati dan ekonomi, ya males juga sih nikah,” kata Hesti.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *