Polemik Sinetron Zahra, Pemeran di Bawah Umur Dinilai Ajarkan Praktik Pedofilia

Hiburan, SAKATA.ID: Mini Seri Suara Hati Indosiar menuai polemik sinetron Zahra. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengambil keputusan.

Hal itu diambil KPI seusai mendengar klarifikasi pihak Indosiar terkait keterlibatan artis berusia 15 tahun yang memerankan istri ketiga. 

Bacaan Lainnya

Beberapa hari terakhir, media sosial heboh dengan cuplikan gambar sinetron Zahra.

Dalam gambar tersebut, tampak Zahra yang diperankan Lea Chiarachel sedang beradegan mesra dengan Tirta (Panji Saputra).

Di bawah potongan gambar tersebut juga terdapat biodata dari kedua pemeran. 

Polemik Sinetron Zahra

Mengetahui usia Lea baru menginjak 15 tahun, netizen heboh. Pasalnya, ia melakukan adegan mesra dengan Panji yang berusia 39 tahun.

Nama Zahra menjadi trending di Twitter karena netizen berpendapat usia Lea yang di bawah umur tidak sepantasnya memerankan istri ketiga. 

“Artis pemeran Zahra masih di bawah umur untuk memerankan seorang istri, ini membuat praktik pedofilia dipandang biasa,” kicau akun @sigummy di Twitter kepada @KPI_Pusat, Selasa (1/6).

“Tolong KPI, jangan cuma sensor program luar negeri kalau tayangan dalam negeri kayak begini,” balas akun bernama @kyhnoonaw.

Respon dari netizen menjadi desakan kepada KPI dan Indosiar untuk mengambil tindakan atas polemik Sinetron Zahra.

Meski baru bertindak setelah ada kehebohan, KPI memanggil pihak Indosiar untuk memberi klarifikasi terkait serial yang diproduksi Mega Kreasi Films tersebut.

Klarifikasi dari Pihak Indosiar

Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Nuning Rodiyah dalam siaran persnya menjelaskan bahwa pihak Indosiar telah menerima semua masukan publik.

Untuk menindaklanjuti keputusan KPI dan publik, Indosiar akan mengganti pemeran dalam tiga episode mendatang. 

Dalam klarifikasi yang disampaikan oleh Direktur Program Indosiar, Harsiwi Ahmad, Indosiar akan mengingatkan rumah produksi. Peran tokoh yang sudah menikah akan menggunakan artis berusia di atas 18 tahun.

Pihak Indosiar juga berjanji akan lebih memperhatikan muatan cerita dalam setiap program siaran.

Keputusan KPI dirasa tidak adil bagi Lea, yang merupakan korban dari pihak-pihak yang memilihnya untuk memerankan istri ketiga. Pasalnya, anak di bawah umur tidak boleh menandatangani kontrak sendiri.

Netizen pun menyayangkan keputusan tersebut, karena polemik sinetron Zahra tak akan selesai hanya dengan ganti pemeran. 

Sinopsis Suara Hati Istri

Berfokus pada kisah Zahra, Lea Chiarachel memerankan tokoh anak SMA yang memiliki paras cantik.

Ayahnya adalah seorang pemetik teh di kebun milik Tirta. Untuk membantu perekonomian keluarga, Zahra berjualan gorengan ke pasar. 

Singkat cerita, Tirta bertemu dengan Zahra dan jatuh cinta pada pandangan pertama.

Seolah tak cukup memiliki dua istri, Tirta memutuskan untuk menikahi Zahra. Entah bagaimana, Zahra pun langsung setuju menikah dengan Tirta. 

Ada banyak percobaan pembunuhan dan kekerasan yang dialami Zahra. Mulai dari hampir mati karena diracun, hingga dilempar pot bunga. Tindak kejahatan tersebut didasari kecemburuan dari istri-istri sebelumnya, Ratu dan Putri.

Tidak Menjadikan Sinetron Ini Lebih Baik

Dalam sinetron Suara Hati Istri, kontroversi muncul tak hanya karena pemeran Zahra diperankan gadis di bawah umur.

Apalagi tokoh Zahra dikisahkan sedang hamil dari suaminya.

Meski pemeran akan diganti setelah menerima teguran KPI, sinetron ini tidak akan menjadi lebih baik.

Selagi baru tayang delapan kali, sebaiknya penayangan sinetron ini dihentikan. Ada beberapa pertimbangan yang membuat sinetron ini layak dihentikan penayangannya. 

Pertama, kampanye poligami sebagai gaya hidup pria kaya. Memang benar bahwa agama Islam membolehkan poligami, tetapi dengan persyaratan yang cukup berat.

Sedangkan dalam polemik Sinetron Zahra, poligami bisa dilakukan dengan mudah. 

Kedua, eksploitasi kaum perempuan. Dengan menonjolkan poligami dalam alur cerita, perempuan dijadikan objek kepuasan dari pria kaya.

Seakan-akan perempuan tidak memiliki identitas sebagai manusia utuh jika tidak menikah.

Padahal, perempuan juga bisa menduduki jabatan tinggi di suatu perusahaan dan meraih gelar bergengsi. 

Ketiga, pembodohan publik yang meresahkan. Sinetron ini mempertontonkan pedofil menikahi perempuan di bawah umur dan pemeran pria sama sekali tidak keberatan.

Jika semua sinetron seperti ini, maka program siaran cenderung tidak mendidik. 

Stasiun televisi dan rumah produksi menjejalkan tayangan-tayangan sampah yang membuat masyarakat Indonesia bodoh.

Para produser mengunggah selera rendah demi meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dan tidak peduli dampak buruk program yang disiarkan. Pelan tapi pasti, inilah yang merusak moral masyarakat. 

Akibat dekadensi moral yang semakin tinggi, tingkat kriminalitas pun meningkat. Pelecehan seksual, kawin paksa, dan pemerkosaan akan dianggap biasa.

Oleh sebab itu, harus ada petisi agar sinetron ini dihentikan. Kita sudah lama berdiam diri membiarkan pembodohan publik. 

RS-03

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *